Karakter
seseorang tidak terlepas dari moral dan nilai-nilai agama maupun budaya yang dipedomi
untuk perilaku sehari hari dalam hidup dan kehidupan. Kesamaan pedoman dasar
kehidupan itu memiliki manifestasi perilaku secara kolektif dalam suatu
komunitas rakyat suatu negara, ini merupakan karakter bangsa. Di Indonesia,
karakter bangsa itu telah dirumuskan dan menjadi dasar negara dan pandangan
hidup rakyatnya yakni Pancasila.
Saat ini, karakter bangsa Indonesia ini masih
perlu diperkuat dan secara terus menerus dipahamkan kepada generasi muda dan
seluruh bangsa Indonesesia. Kedaulatan Pancasila sebagai karakter bangsa
Indonesia masih ada yang belum sepenuhnya memahami. Sebagaimana hasil survai
yang disampaikan mantan Ketua MPR RI Zulkifli Hasan menyatakan pihaknya pernah
menggelar survei kecil-kecilan hasilnya ada 97% responden menyatakan bahwa pancasila adalah final. Kemudian,
sisanya 3%, terdiri atas 2% menyatakan
tidak setuju dengan pancasila dan 1% tidak menjawab. Dengan demikian, ia mengakui masih ada pihak
yang tidak setuju dengan pancasila meski jumlahnya kecil, (Nina Atmasari, 2017).
Kasus-kasus
dalam memahami dan implementasi Pancasila dalam kehidupan bangsa Indonesia
masih sering terjadi. Sebagaimana laporan akhir tahun 2016 pelapor khusus
Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) Komisi Nasional HAM menyebutkan bahwa
jumlah tahun lalu mencapai 97 pengaduan yang meningkat dibandingkan pada tahun
2015 berjumlah 87 pengaduan dan pada 2014 berjumlah 76 pengaduan.
Permasalahanya adalah kasus paling banyak, pembatasan, pelarangan dan perusakan
tempat ibadah, (Erabaru, 2016).
Kenjangan lain
yang terkait karakter dengan moral selain isu sara (suku, adat, ras, agama)
adalah hilang kesadaran moral (a-moral); tidak tahu nilai-nilai moral (nabrak
agama dan budaya); perception negative
thinking (persepsi berpikir negartif, yang lain dianggap serba salah);
tidak mempertimbangkan moral (semua dihalalkan/hidonis); keputusan tak bermoral
(ada yang dibelenggu); tidak tahu diri sendiri (hilang pendirian); perang hoax (saling caci maki, fitnah, dan
lain-lain); perang asimetris (pencintraan, berkata baik untuk menipu, tujuan
yang dikatakan tidak sesuai dengan hasil yang diperbuat).
Beberapa hal
sebagaimana data di atas, kejadian pelanggaran hak asasi manusia, dan degradasi
moral tidak bisa dibiarkan. Demi persatuan dan keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI), pendidikan karakter kader bangsa secara menyeluruh
sangat diperlukan. Sebagai tindakan preventif dalam memahamkan Pencasila kepada
generasi penerus, lembaga pendidikan memiliki peranan penting. Lembaga
pendidikan formal maupun non-formal sangat strategis dalam menanamkan karakter
dasar bangsa. Tentu saja dalam implemetitif
pengembangan karakter bangsa menyesuaikan temuan baru dan tidak menutup
untuk menemukan/mengungkap hukum alam (sunatulloh).
Manusia dan Moral
Manusia
adalah makhluk yang mulia, dan sempurna di bandingkan mahluk lainnya, ini disebabkan manusia diberi kelebihan berupa
akal untuk berfikir, sehingga dengan akal tersebut bisa membedakan mana yang
hak mana yang batil. Selain itu, manusia dapat mengembangkan bakat dan potensi
yang dimilikinya serta mampu mengatur dan mengelola alam semesta ciptaan Tuhan.
Manusia juga diberi berupa nafsu. Namun, bila manusia tidak bisa memanfaatkan
kelebihannya dengan baik, maka manusia akan menjadi mahluk yang paling hina.
Kadang,
ada manusia yang sebelumnya baik, tetapi karena pengaruh lingkungan tertentu
dapat menjadi tidak baik (penjahat), dan sebaliknya. Oleh karena itu lembaga
pendidikan diperlukan untuk mengarahkan kehidupan generasi yang akan datang.
Selain itu, manusia juga dilengkapi unsur lain yaitu hati. Dengan hatinya,
manusia dapat menjadikan dirinya sebagai makhluk bermoral, merasakan keindahan,
kenikmatan beriman. sehingga dapat memahami ilmu yang diturunkan Sang Maha
Pencipta. Dengan ilmu manusia mampu berbudaya. Oleh karena itu manusia memiliki
ilmu yang dilebihkan dari makhluk
lainnya.
Setiap manusia lahir terwujud
yang menyatu secara lahir dan batin. Di dalammya manusia itu telah dibekali
daya hidup yang bisa bergerak, daya nalar, dan daya qulbu. Hal itu akan menjadi
karakter positif seiring pendidikan yang diperolehnya. Pendidikan bisa
diperoleh dari orang tua dan keluarga, di lingkungan masyarakat, dan di sekolah
formal ataupun non-formal oleh guru.
Oleh karena itu yang dikembangkan di lembaga pendidikan formal terkait
akademis, moral, dan kemampuan tantantangan yang diharapkan terjadi perubahan
kesadaran perilaku nalar, moral, dan jiwa yang akan terimplementasi sikap dan
perilaku positif (karakter positif)( lihat gambar 1).
Gambar 1. Skema
terbentuknya Karakter
Pendidikan
Budaya dan Karakter Bangsa
Pendidikan budaya dan karakter bangsa perlu dikemukakan
pengertian istilah budaya, karakter bangsa, dan pendidikan. Menurut Hasan (2010), budaya diartikan sebagai keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral,
norma, dan keyakinan (belief) manusia yang dihasilkan masyarakat. Sistem
berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan itu adalah hasil dari interaksi
manusia dengan sesamanya dan lingkungan alamnya.
Menurut Hasan (2010) pula bahwa karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau
kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai
kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk
cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas
sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat
dipercaya, dan hormat kepada orang lain. Interaksi seseorang dengan orang lain
menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa. Kemudian, pendidikan adalah suatu usaha yang
sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didik. Pendidikan
adalah juga suatu usaha masyarakat dan bangsa dalam mempersiapkan generasi
mudanya bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik di
masa depan.
Berdasarkan pengertian budaya, karakter bangsa, dan
pendidikan yang telah dikemukakan di atas maka pendidikan budaya
dan karakter bangsa dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa
pada diri peserta didik
(generasi muda) sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter
dirinya, menerapkan nilai-nilai
tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warganegara yang religius,
nasionalis, produktif dan kreatif .
Nilai-nilai
yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasikan
dari sumber Agama, Pancasila, Budaya dan Tujuan Pendidikan Nasional.
Berdasarkan keempat sumber tersebut teridentifikasi sejumlah Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
serta Indikator untuk membentuk generasi yang berbudaya dan berkarakter.
Kementerian
Pendidikan Nasional Badan Penelitian Dan Pengembangan Pusat Kurikulum (2010) memberikan variabel dalam
keberhasilan generasi yang memiliki nilai Budaya dan Karakter Bangsa sebagai
berikut:
1. Religius. Sikap dan perilaku yang patuh dalam
melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah
agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur. Perilaku yang didasarkan pada upaya
menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan,
tindakan, dan pekerjaan.
3. Toleransi. Sikap dan tindakan yang menghargai
perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang
berbeda dari dirinya.
4. Disiplin. Tindakan yang menunjukkan perilaku
tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5. Kerja Keras. Tindakan yang menunjukkan perilaku
tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
6. Kreatif. Berpikir dan melakukan sesuatu
untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari
7. Mandiri. Sikap dan perilaku yang tidak mudah
tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8. Demokratis. Cara berfikir, bersikap, dan
bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9. Rasa Ingin Tahu. Sikap dan tindakan yang selalu
berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang
dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10. Semangat Kebangsaan. Cara berpikir, bertindak, dan
berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan
diri dan kelompoknya.
11. Cinta Tanah Air. Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan
yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan
kelompoknya.
12. Menghargai Prestasi. Sikap dan tindakan yang mendorong
dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui,
serta menghormati keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat/Komunikatif. Sikap dan tindakan yang mendorong
dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui,
serta menghormati keberhasilan orang lain.
14. Cinta Damai. Sikap dan tindakan yang mendorong
dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui,
serta menghormati keberhasilan orang lain.
15. Gemar Membaca. Kebiasaan menyediakan waktu untuk
membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli Lingkungan. Sikap dan tindakan yang selalu
berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan
mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17. Peduli Sosial. Sikap dan tindakan yang selalu
ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18. Tanggung Jawab. Sikap dan perilaku seseorang untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri
sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan
Yang Maha Esa.
Sustainable
Development Goals Dan Membangun Karakter
Bangsa Versi Soekarno
Pada
kondisi kekinian dalam mewujudkan keberhasilan pengembangan berkelanjutan (sustainable development goals), menurut
Zainuddin Maliki (2017) bahwa nation
character building konsep dari Bung Karno (Ir. Soekarnao, Presiden RI
pertama) masih relevan. Dalam sustainable
development goals (SDGs) terdapat 17 goal yang diharapkan agar terwujud
kehidupan yang berkelanjutan (sutanaible)
yakni:
Goal 1: No
Poverty (tidak ada kemiskinan)
Goal 2: Zero hungry (tidak ada kemiskinan lagi)
Goal 2: Zero hungry (tidak ada kemiskinan lagi)
Goal 3: Good
Health and Well-being
(sehat dan sejahtera)
Goal 4:
Quality Education
(pendidikan berkualitas)
Goal 5: Gender Equality (kesetaraan gender)
Goal 5: Gender Equality (kesetaraan gender)
Goal 6:
Clean Water and Sanitation
(air bersih dan sanitasi baik)
Goal 7:
Affordabld and Clean Energy
(keterjangkauan energi bersih)
Goal 8:
Decent Work and Economic Growth
(pekerjaan yang layak dan pertumbuhan kesejahteraan/ekonomi)
Goal 9: Industry, Innovation and Infrastructure (Industri, pengembangan dan infrastruktur)
Goal 10: Reduced Inequalities (mengurangi ketidaksetaraan/ketidakadilan)
Goal 11: Sustainable Cities and Communities (keberlanjutan kota dan masyarakatnya)
Goal 12: Responsible Consumption and Production (konsumsi dan produksinya yang bertanggungjawab)
Goal 13: Climate Action (aksi iklim)
Goal 14: Life Below Water (air bersih dan sehat dalam kehidupan)
Goal 15: Life on Land (hidup di darat)
Goal 16: Peace, Justice and Strong Institutions (lembaga hukum adil dan membuat kedamaian yang kuat)
Goal 17: Partnerships for the Goals (kerjasama/bersatu untuk mencapai tujuan)
Goal 9: Industry, Innovation and Infrastructure (Industri, pengembangan dan infrastruktur)
Goal 10: Reduced Inequalities (mengurangi ketidaksetaraan/ketidakadilan)
Goal 11: Sustainable Cities and Communities (keberlanjutan kota dan masyarakatnya)
Goal 12: Responsible Consumption and Production (konsumsi dan produksinya yang bertanggungjawab)
Goal 13: Climate Action (aksi iklim)
Goal 14: Life Below Water (air bersih dan sehat dalam kehidupan)
Goal 15: Life on Land (hidup di darat)
Goal 16: Peace, Justice and Strong Institutions (lembaga hukum adil dan membuat kedamaian yang kuat)
Goal 17: Partnerships for the Goals (kerjasama/bersatu untuk mencapai tujuan)
Untuk
mencapai sustainable development goals,
pembangunan mental kepribadian (mind) lebih utama daripada
pembangunan badan (body). Hal itu
sebagaimana bait syair lagu Indonesia raya “Bangunlah
jiwanya; bangunlah
badannya; untuk
Indonesia Raya ...”.
Spektrum
Pemikiran Bung Karno
Di Bawah Bendera Revolusi (jilid 1)
Di Bawah Bendera Revolusi (jilid 1)
Bagian 1
Nasionalisme,
Islamisme, dan Marxisme
Di manakah Tinjumu
Naar het bruine front!
Sampai Ketemu Lagi
Dubbele les?
Jerit Kegemparan
Berhubung dengan Tulisannya Ir. A. Baars
Di manakah Tinjumu
Naar het bruine front!
Sampai Ketemu Lagi
Dubbele les?
Jerit Kegemparan
Berhubung dengan Tulisannya Ir. A. Baars
Pemandangan
dan Pengajaran
Indonesianisme dan Pan – Asiatisme
Melihat ke muka
Menyambut Kongres PPPKI
Mohammad Hatta – Stokvis
Kongres Kaum Ibu
Ke arah Persatuan
Keadaan di Penjara Sukamiskin, Bandung
Surat Ir Soekarno dari Sukamiskin kepada Mr Sartono
Indonesianisme dan Pan – Asiatisme
Melihat ke muka
Menyambut Kongres PPPKI
Mohammad Hatta – Stokvis
Kongres Kaum Ibu
Ke arah Persatuan
Keadaan di Penjara Sukamiskin, Bandung
Surat Ir Soekarno dari Sukamiskin kepada Mr Sartono
Bagian 2
· Sekali Lagi: Bukan ”Jangan Banyak Bicara, Bekerjalah.” tetapi ”Banyak Bicara, Banyak Bekerja!”
· Catatan atas Pergerakan “lijdelijk verzet”
· Maklumat dari Bung Karno kepada Kaum Marhaen Indonesia
· Demokrasi Politik dan Demokrasi Ekonomi
· Orang Indonesia Cukup Nafkahnya Sebenggol Sehari?
· Kapitalisme Bangsa Sendiri?
· Sekali Lagi tentang Sosio-nasionalisme dan Sosio-demokrasi
· Non – cooperation Tidak Bisa Mendatangkan Massa-Aksi dan Machtsvorming?
· Boleh Ber – wanhoopstheorie atau Tidak Boleh Ber – wanhoopstheorie
· Jawab Saya pada Saudara Mohammad Hatta
· Swadeshi dan Massa Aksi di Indonesia
· Memperingati 50 Tahun Wafatnya Karl Marx
· Reform-Aktie dan Doels-Aktie
· Bolehkah Serekat Sekerja Berpolitik?
· Impor dari Jepang, Suatu Rakhmad Bagi Marhaen?
· Marhaen dan Marhaeni
· Azas; Azas Perjuangan; Taktik
· Marhaen dan Proletar
· Sekali Lagi: Bukan ”Jangan Banyak Bicara, Bekerjalah.” tetapi ”Banyak Bicara, Banyak Bekerja!”
· Catatan atas Pergerakan “lijdelijk verzet”
· Maklumat dari Bung Karno kepada Kaum Marhaen Indonesia
· Demokrasi Politik dan Demokrasi Ekonomi
· Orang Indonesia Cukup Nafkahnya Sebenggol Sehari?
· Kapitalisme Bangsa Sendiri?
· Sekali Lagi tentang Sosio-nasionalisme dan Sosio-demokrasi
· Non – cooperation Tidak Bisa Mendatangkan Massa-Aksi dan Machtsvorming?
· Boleh Ber – wanhoopstheorie atau Tidak Boleh Ber – wanhoopstheorie
· Jawab Saya pada Saudara Mohammad Hatta
· Swadeshi dan Massa Aksi di Indonesia
· Memperingati 50 Tahun Wafatnya Karl Marx
· Reform-Aktie dan Doels-Aktie
· Bolehkah Serekat Sekerja Berpolitik?
· Impor dari Jepang, Suatu Rakhmad Bagi Marhaen?
· Marhaen dan Marhaeni
· Azas; Azas Perjuangan; Taktik
· Marhaen dan Proletar
Bagian 3
· Mencapai Indonesia Merdeka
· Surat-surat Islam dari Ende
· Tidak Percaya, bahwa Mirza Gulam Ahmad adalah Nabi
· Tabir adalah Lambang Perbudakan
· Minta Hukun yang Pasti dalam soal ”tabir”
· Kuasanya Kerongkongan
· Bukan Perang Ideologi
· Me-”muda”-kan Pengertian Islam
· Mencapai Indonesia Merdeka
· Surat-surat Islam dari Ende
· Tidak Percaya, bahwa Mirza Gulam Ahmad adalah Nabi
· Tabir adalah Lambang Perbudakan
· Minta Hukun yang Pasti dalam soal ”tabir”
· Kuasanya Kerongkongan
· Bukan Perang Ideologi
· Me-”muda”-kan Pengertian Islam
Bagian 4
· Apa Sebab Turki Memisah Agama dari Negara?
· Saya Kurang Dinamis?
· Indonesia Versus Fasisme
· Der Untergang der Abendlandes
· Masyarakat Onta dan Masyarakat Kapal-Udara
· Islam Sontoloyo
· Bloedtranfusie dan Sebagian Kaum Ulama
· Apa Sebab Turki Memisah Agama dari Negara?
· Saya Kurang Dinamis?
· Indonesia Versus Fasisme
· Der Untergang der Abendlandes
· Masyarakat Onta dan Masyarakat Kapal-Udara
· Islam Sontoloyo
· Bloedtranfusie dan Sebagian Kaum Ulama
Bagian 5
· Menjadi Pembantu ”Pemandangan”
· Jerman Versus Rusia, Rusia Versus Jerman
· Batu Ujian Sejarah
· Sekali Lagi: Bloedtranfusie Extra!
· Beratnya Perjuangan Melawan Fasisme
· Inggeris akan Memerdekakan India?
· India Merdeka, Dapatkah ia Menangkis Serangan?
· Demokrasi Politik dengan Demokrasi Ekonomi = Demokrasi Sosial
· Fasisme adalah Politiknya dan Sepak-terjangnya Kapitalisme yang Menurun
· Jingis Khan, Maha Imperialis Asia
· Menjadi Guru di Masa Kebangunan (less)
· Menjadi Pembantu ”Pemandangan”
· Jerman Versus Rusia, Rusia Versus Jerman
· Batu Ujian Sejarah
· Sekali Lagi: Bloedtranfusie Extra!
· Beratnya Perjuangan Melawan Fasisme
· Inggeris akan Memerdekakan India?
· India Merdeka, Dapatkah ia Menangkis Serangan?
· Demokrasi Politik dengan Demokrasi Ekonomi = Demokrasi Sosial
· Fasisme adalah Politiknya dan Sepak-terjangnya Kapitalisme yang Menurun
· Jingis Khan, Maha Imperialis Asia
· Menjadi Guru di Masa Kebangunan (less)
Pidato bung Karno
…pokok intisari mandat yg saya terima dari MPRS ialah membangun bangsa
nation building dari kemerosotan zaman kolonial untuk dijadikan satu bangsa
yang berjiwa yang dapat dan mampu menghadapi semua tantangan atau bangsa yang
merdeka dalam abad ke 20 ini. itulah intisari pokok daripada mandat MPRS kepada
saya. sesungguhnya toh, bahwa membangun suatu negara, membangun ekonomi,
membangun tekhnik, membangun pertahanan, adalah pertama-tama dan pada tahap
utamanya membangun jiwa bangsa. bukankah demikian. sekali lagi bukankah
demikian? tentu saja keahlian adalah perlu, tetapi keahlian saja tanpa
dilandaskan pada jiwa yang besar tidak akan dapat mungkin akan mencapai
tujuannya, inilah perlunya, sekali lagi mutlak perlunya, nation character
building…
Atribut Pembangunan Karakter Bung Karno:
• Bangsa
Indonesia harus tumbuh menjadi bangsa yang berjiwa
• Bangsa Besar
• Bangsa yang
berkarakter
• Bangsa yang
merdeka
• Anti
Nekolim: Neokolonialisme dan imperialism
• Berdikari
• Indonesia
bukan bangsa tempe
Kami menggoyangkan langit, menggemparkan darat, dan
menggelorakan samudera agar tidak jadi bangsa yang hidup hanya dari 2,5 sen
sehari. Bangsa yang kerja keras, bukan bangsa tempe, bukan bangsa kuli. Bangsa
yang rela menderita demi pembelian cita-cita”.
Demikian pidato Presiden Soekarno yang menegaskan bangsa Indonesia
bukanlah bangsa yang lembek seperti tempe.
Pada masa revolusi kata 'tempe' memang kerap
diidentikan dengan hal-hal negatif seperti cengeng, mudah menyerah atau lembek.
Maka sindiran seperti 'mental tempe', 'pasukan tempe' atau 'pemuda kelas tempe'
dipakai untuk meledek mereka yang dianggap lemah.
Singkirkan “Grabbing Hand”
(singkirkan maling/pencuri/garong/koruptor), sebagaimana diakatan Bung Karno
“bagi saya kesejahteraan umum itu sumber kebahagiaan rakyat, negara tidak boleh
menjadi tempat bagi penggarong atas nama kapital, atas nama komoditi”.
Daftar
Pustaka
Hasan,
Said Hamid, dkk. (2010). Pengembangan
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa: Jakarta: Kemdiknas Badan Penelitian
dan Pengembangan Pusat kurikulum
Erabaru, Pada 2016 Dilaporkan
97 Pengaduan Tentang Kebebasan Beragama, Epochc Times, http://www.erabaru.net/2017/01/11/pada-2016-dilaporkan-97-pengaduan-tentang-kebebasan-beragama/
Nina Atmasari, 2017, Hasil
Survei, Masih Ada 2% Penentang Pancasila, Solo Pos, http://www.solopos.com/2017/08/10/hasil-survei-masih-ada-2-penentang-pancasila-841759
Kementerian
Pendidikan Nasional Badan Penelitian Dan Pengembangan Pusat Kurikulum, Pengembangan
Pendidikan Budaya Dan Karakter Bangsa, Jakarta 201
Zainuddin Maliki, 2017, SDGS DAN CHARACTER BUILDING-nya BUNG KARNO, Seminar Pendidikan kader Bangsa, LPIK Universitas PGRI Adi Buana
Surabaya, 21 Oktober 2017
http://www.catatankita.com/2017/07/bukan-bangsa-tempe.html
----------------------------------
0 Komentar