KARAKTER MANUSIA DAN BANJIR
Oleh: Prof. Dr. Gempur Santoso, M.Kes
Direktur LPIK Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
Managing Director Asosiasi Pendidikan dan Sosial (APENSO) Indonesia.
MANUSIA berkarakter adalah manusia yang menjalankan agamanya dan berbudaya. Secara sosial keberhasilan dapat diterima masyarakat karena kemampuan menyesuaikan nilai-nilai luhur budaya setempat. Salah kaprah bukan budaya, tetapi kebiasaan yang dianggap benar padahal salah.
Kita sering melihat masyarakat terbiasa membuang sampah ke sungai. Naik sepeda motor, seolah sesuatu kewajaran membuang bungkusan dalam tas kresek ke sungai. Dalam tas kresek itu tidak lain adalah sampah rumah tangga. Kadang masyarakat ada yang membawa sampah dibuang di lereng jalan umum. Perbuatan itu bukan budaya, tetapi kelakuan manusia tak berkarakter.
Di beberapa tempat banyak masyarakat membuat rumah atau bangunan di lereng bantaran sungai. Bantaran sungai menjadi kumuh, tidak bisa digunakan menaruh kerukan sedimen sungai. Bahkan manusia seperti itu membangun tak berijin. Jika digusur, ramai ramai demo minta ganti rugi. Mereka suka memaksa kehendak membuat bangunan di bantaran sungai. Mereka tak paham bahwa memaksakan kehendak adalah perbuatan hina. Perbuatan hina adalah tak sesuai nilai agama ataupun budaya.
Jadi manusia berkarakter memiliki perilaku yang sesuai nilai agama dan membudaya. Dalam nilai agama disebutkan “kebersihan sebagian daripada iman”. Orang membuang sampah sembarangan jelas menyimpang dari nilai agama, tak berkarakter. Jelas hal itu sekaligus merusak lingkungan.
Manusia, hewan dan tumbuhan harus dalam sinergi keseimbangan. Seperti manusia butuh jalan, begitu pula air pun butuh jalan. Jalan air namanya sungai, got/parit dan sebagainya. Sampah yang dibuang ke sungai jelas akan mengganggu jalannya air menuju laut. Semua air darat yang tak terserap tanah akan berjalan (mengalir) ke laut. Jalannya air ditumpuki sampah, maka saat kapasitas air melimpah maka menjadi banjir membajiri daratan.
Akar-akar tumbuhan besar pada lereng daratan sebagai penahan agar air tidak deras, dan menahan tanah lereng agar tidak ambrol (longsor). Jadi yang butuh hidup tidak hanya manusia saja tetapi semua butuh hidup dalam keseimbangn. Justru jika manusia tidak memperhatikan alam tumbuhan, tanah, air dan hewan maka akan menjadi musibah bagi manusia itu sendiri.
Tulisan peringatan “buanglah sampah ditempatnya”, “jangan buang sampah di sungai”, “jangan buang sampah si sini” seolah tak digubris oleh manusia arogan alias tak berkarakter. Bahkan, saking jengkelnya dipasang tulisan peringatan keras “jangan buang sampah di sini kecuali anjing” itupun kadang masih nekat. Manusia tak berkarakter memang bengal, tak tahu kebersihan, tak tahu kesehatan, disebut anjing pun tak malu.
Di kota kota besar terutama Jakarta dan Surabaya hampir musim hujan mengalami banjir. Hal itu tidak lain karena jalannya air tidak lancar akhirnya menjadi genangan besar yakni banjir. Dalam keadaan banjir mengalami kerugian bagi manusia penghuni setempat. Bahkan menjadi bencana kerugian harta benda dan jiwa (kematian).
Pembangunan apapun harus memperhatikan aliran air. Prilaku manusia harus memperhatikan air, mengganggu air atau tidak. Budayakan tidak mengganggu jalannya air, bahkan memperlancar jalannya air. Ingat, air adalah sumber kehidupan. Air harus dikelola.
Jadilah manusia berkarakter atau berakhlak mulia. Jangan sampai perbuatan kita yang salah kaprah membuang sampah sembarangan, ke sungai, justru akan membuat musibah bagi diri sendiri juga orang lain. Pikirkan bahwa perbuatan kita tidak akan mengganggu orang lain. Sebaiknya justru harus bisa menguntungkan orang lain pula agar menjadi amalan.
Semakin banyak jumlah manusia, semakin banyak luas tanah menjadi bangunan gedung. Jika pembangunan tidak memperhatikan sanitasi, ekosistem keseimbangan alam akan menjadi malapetaka bagi manusia.
0 Komentar