APENSO INDONESIA

header ads

Bezuk Sambil Mancing Industrialisasi 0,4

BEZUK SAMBIL MANCING INDUSTRIALISASI 0,4

Oleh: Gempur Santoso

Sabtu pagi saya dapat undangan seminar dari dekan Fakultas Ekonomi (FE). Dekan cantik. Sebagai peserta. Tema menarik menjanjikan. "Budaya bisnis berbasis budaya hijau di era industrialisasi 4.0". Dalam pikiran saya, bagus sekali. Terlintas berbisnis yang tidak merusak ekosistem alam. Budaya membeli diubah menjadi budaya berbisnis. Hebat.

Tapi, sayang saya memilih tidak hadir seminar. Maaf. Saya memilih ke Kediri, ke ortu. Sebab ibu saya baru pulang ke rumah setelah sekitar 10 hari opname di RSUD Pare. Saat opname saya sudah bezuk 2 kali di RS. Ingin menjadi anak berbakti saya pulkam lagi. Barangkali hadirnya anak membawa ketentraman. Dengan tentram, mempercepat proses pemulihan sehat. Saya beserta istri dan anak bungsu saya.

Sekitar pukul 9 pagi sudah di rumah ortu Kediri. Ngobrol, saya, adik dan kakak serta semua yang ada di rumah. Saya baca hasil ronksen torak ibuk saya. Disimpulkan kena cardiomegaly. Suatu kelainan pembesaran jantung. Banyak penyebab cardiomegaly, bisa keturunan, sebelumnya sakit jatung, darah tinggi, kelainan klep jantung.

Ibuk saya lebih besar dipicu karena darah tinggi. sebelumnya tidak pernah darah tinggi. Saat drop dibawa ke RS tekanan darah tiba tiba 170/110 mmHg.  Sebelum sakit ibu saya malah darahnya rendah.

Pagi itu, anak saya yang sekolah kebidanan hampir lulus, sempat periksa tekanan darah Mbah Doknya 120/70 mmHg. Normal.

Cardiomegaly bukan penyakit, tapi bersifat temporer pembesaran jantung karena suatu sebab. Penyembuhannya harus banyak tidur dan mengontrol tekanan darah.

Setelah sholat dhohor. Ibu saya tidur. Saya pergi mancing. Bersama adik dan anak saya. Menuju kebun yang ada sekitar 2 km dari rumah ortu. Tanah seluas sekitar 3000 m2. Di dalamnya ada kandang sapi, kadang ayam dan menthok. Ada dua kolam ikan. Lele dan mujair. Serta pos untuk 2 orang pembantu yang merawat. Semua cowok. Pas di situ, istri salah satu pembantu tengok suaminya.

Area kandang dipagar tembok. Pintu pagar besi. Itu semua milik teman adik saya. Jadi, saya dan anak saya mancing gratis. Lumayan dapat 15 ekor ikan mujair.

Satu pembantu maksimal merawat 30 sapi. Pakan sapi dari damen (pohon padi), kawul (batang padi), dicampur dedak dan ampas tahu. Sepuluh sapi butuh 1 katong goni isi 25 kg ampas tahu. Harga 1 goni ampas tahu Rp 37,5 ribu.

Gaji perawat sapi Rp 1,5 juta perbulan. Di jatah beras 30 kg/bulan untuk 2 orang. Masak sendiri. Lauknya ikan, telor ayam, telor menthok. Ganti ganti lauk sesuai selera. Sayuran ramban (metik) sendiri. Semua ada di area tanah kandang itu.

Esok harinya, Minggu. Lihat kolam ikan sawah. Milik kakak saya. Lumayan rame yang mancing. Tarif Rp. 20 ribu, sepuasnya. Mau mancing seharian juga boleh. Ikan mujair. Lumayan jumlah ikan mujair banyak sekali campur ukuran kecil besar. Ikan tombro besar, jumlahnya sesuai jumlah pemancing.

Jika mancing dapat zonk ikan tombro. Alias nggak dapat ikan tombro. Pastilah dapat ikan mujair sebanyak banyaknya. Batasannya sehari semalam. Pokok kuat mancing.

Teringat seminar diselenggarakan FE. Mengaitkan tema seminar "bisnis berbudaya hijau" dg bisnis orang  pelosok desa. Kandang sapi dan sapi, kandang hewan lainnya, campur kolam ikan. Dan, persewaan kolam pancing. Sama sekali tidak ada unsur un-organic. Semua proses ternak diberi makanan organik alami, berbasis hijau.

Mungkin yang tak berbasis hijau hanya bediang, asap. Bediang berasap untuk ngusir nyamuk, biar sapi sapi tak digigit nyamuk. Hanya saja bukan indutrialisasi era 4.0. Mungkin masih industrialisasi era 0,4.

Selamat berbudaya produksif dan bisnis, bukan budaya konsumtif. (GeSa).






Posting Komentar

0 Komentar