APENSO INDONESIA

header ads

Pendidikan Gratis Ortu Gampangkan, Makin Tak Standar


SEKOLAH GRATIS ORTU GAMPANGKAN, MAKIN TAK STANDAR







Oleh: Drs. Setyo Purnomo
Director Art Education, Asosiasi Pendidikan dan Sosial (Apenso) Indonesia.


Intinya berkat kebijakan dan keinginan surabaya sbg barometer pendidikan di Indonesia. Wali Kota surabaya TriRismawati menerapkan pendidikan gratis. Agar semua anak usia sekolah bisa bersekolah.

Maka, digenjotlah kinerja guru untuk memenuhi, melakukan pendidikan gratis. Pihak sekolah tak boleh narik biaya apapun biaya aktivitas belajar. Semua dibiayai pemkot.

Dibalik itu, sebagian masyarakat, terutama keluarga lemah, merasa dienakkan. Bahkan menggunakan "sistim lapor". Bila mereka tidak menerima jatah fasilitas dari sekolah, atas kebijakan walikota, bisa lapor.

Ternyata memiliki dampak. Dampak itu, banyak sekolah swasta tidak dapat murid. Dampak lain, kepedulian ortu terhadap pendidikan putra putrinya, kurang perhatian. Akibat sistem sekolah gratis.

Beberapa kepala sekolah yang begabung pada Musyawarah Kinerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP Swasta. Mengeluhkan, bahwa pada saat penerimaan peserta didik baru (PPDB), jumlahnya turun. Turun drastis. Turun 1 rombel hingga 3 rombel. Bahkan ada yg dapat siswa baru hanya sekitar 1 rombel saja. Jumlah 1 rombel (32 orang siswa). Rombel (rombongan) belajar.

Saat siswa sekolah negeri seragamnya sobek-sobek pun tetap dipakai. Orang tuanya tak mau menembelnya. Atau tak mau merapikan pakaian seragam anaknya. Dibiarkan. Merasa akan diberi pihak sekolah.

Akhirnya, terkesan, para ortu tak mau ikut mendidik anaknya. Gampangkan, merasa (biaya, fasiltas, pendidikan), semua, sudah urusan sekolah. Urusan guru.

Lembaga sekolah negeri makin berjubel. Sekolah swasta makin kosong. Owner sekolah swasta kelimpungan. Sudah punya guru yang kekurangan jam ngajar. Gaji guru dan tenaga lainnya harus diberikan. Sementara, untuk membiayai proses pendidikan bersumber dari jumlah siswa, ortu siswa.

Sekolah negeri, sampai kekurangan ruang kelas, kurang guru. Melakukan pengadaan guru outsourching. Sampai 1 rombel sebanyak di atas 40 orang siswa. Padahal, menurut hasil penelitian, interaksi belajar dan pengekolaan kelas yg baik, 1 rombel cukup 17 orang siswa. Sekolah gratis,  pendidikan makin tak standar. Sangat disayangkan (ApS).

Posting Komentar

0 Komentar