APENSO INDONESIA

header ads

REFLEKSI KAMPUS, 2019 JAMAN BERUBAH

REFLEKSI KAMPUS, 2019 JAMAN BERUBAH

Oleh: Gempur Santoso
Director Managing Asosiasi Pendidikan dan Sosial (APENSO) Indonesia.

Dua hari sebelumnya saya minum kopi bersama seorang rektor suka terbuka. Istilah lain ceplas ceplos. Selain itu ada 3 teman dosen/pejabat lainnya. Berlima, memang suka minum kopi di kantin. Obrolan ringan. Tentu seputar kejadian dan bagaimana kampus bisa berkembang. Lebih banyak obrolan ringan santai.

Akhir tahun akan ada acara refleksi. Saya disuruh bicara. Saya katakan, kalau ngomong berfikir bebas, saya mau. Kalau formalitas, sekadar lipstick, nggak usahlah. Saya kurang biasa. Ya bebas, kata rektor. InsyaAlloh, kata saya.

Pada hari H, Jumat 28 Desember 2018. Saya tetap tak yakin akan sebagai pembicara. Konfirmasi, undangan pun tak ada.
Saya sadar, pikiran bebas saya, omongan saya, dihadapan umum warga kampus kadang bisa mengganggu yang punya kepentingan. Banyak yg punya kepentingan. Saya tak ingin mengganggu.

Akhir akhir ini saya banyak diam. Rapat kadangkala pun banyak diam. Kecuali ditunjuk diminta bicara. Tentu saya bicara sesuai yang ada dipikiran saya. Sebagai orang beragama, saya harus patuh perintah pimpinan. Siapapun pimpinannya.

Saat sholat jumat. Saya komunikasi dengan Tuhan saya. Saya pasrah saja pada Tuhan. Bila terjadi saya pembicara atau tidak jadi pembicara, ya kehendakMu ya Allah. Pasrah.

Jika terjadi bicara, diijini Tuhan, akan keluar kata benar lewat mulut saya. Asumsi saya begitu.

Memang situasi kondisi kampus ini sensitif meningkat. Beberapa bulan lagi akan ada reformasi pemimpin.

Ternyata, saya betul betul dipanggil.  Untuk menyampaikan refleksi akhir tahun 2019. Awal bicara setelah salam. Saya sampaikan tahun 2019 pergantian rektor, saya  tidak akan menyalonkan rektor. Juga, tidak mau dicalonkan sebagai rektor. Saya orangnya konsisten dalam bicara. Betul, saya tak mau menyalonkan atau dicalonkan rektor. Tak usah taruhan potong telinga. Percayalah.

Apalagi istri saya melarangnya. Saya dilarang jadi pejabat. Istri saya mengawatirkan keselamatan kesehatan saya. Males/takut semakin capek mijiti saya. Atau, akan sibuk rawat saya, saat saya kurang sehat.

Belum jadi pejabat saja sudah benjut kabeh. Ini risiko jadi profesor aktif di kampus cuma ada satu orang. Kata salah satu teman saya dosen teknik. Dosen, seorang ibu sudah doktor sebelumnya berkata ke saya begitu. Ibu perasaannya halus.

Ya sudah aktivitas tridhama saja, sambil apa saja yang ringan. Membuat karya penelitan. Karya tulisan yang berguna kemajuan. Untuk masyarakat. Dan lain lain.

Saya pernah menang, sekitar 8 tahun yang lalu. Suara terbanyak sebagai wakil rektor. Sampai saat ini surat keputusan (SK) belum juga terbit. Geerrrr....audien refleksi tertawa. Audiennya adalah seluruh dosen dan karyawan.

Itu semoga ke depan tidak terjadi lagi. Banyak yang sudah kecewa, kejadian seperti itu. Kata sesepuh yayasan "oleh lincip ojok natoni" (boleh runcing jangan membuat luka). Mungkin, harapannya, runcing tapi enak. Faktanya sudah terlanjur banyak berdarah darah hatinya.

Sistem demokrasi suara terbanyak tidak diberi SK, tentu menyakiti hati (natoni). Nggak usah dirasa. Dianggap tak pernah saja. Walau kata lagu lebih baik sakit gigi dari sakit hati. Sakitnya tu disini.

Kampus harus hidup selamanya. Kita wajib punya rasa memiliki kampus. Tapi, jangan sampai nafsu menguasai kampus. Ini kampus, modal idealisme. Terus membesar. Kita harus bersama "apa tekat kita....satu kampus".

Agar dalam perjalanan kampus tidak jatuh ke tangan orang jahat. Maka, harus ditata secara hukum dari notaris sampai dengan kemenhumham. Reformasi, periodisasi pengurus yayasan, rektorat, dekanat, dan lain lain. Harus tertuang dalam pasal pasal hukum. Statuta terlindungi hukum negara. Ini perlu dibahas lebih dalam. Agar kampus tetap jaya. Apalagi kampus perguruan tinggi swasta (PTS) rawan konflik saat pendiri wafat. Sering terjadi.

Kampus ini sudah mencetak ratusan ribu intelektual. Juga memberikan sumber hidup ratusan bahkan ribuan orang.

Saya pernah ke Jepang. Kampus PTS, Maijo University. Usianya  lebih seratus tahun. Tentu karya rumusan sistem yang bagus secara hukum. Seusia itu tidak konflik rebutan kepemilikan. Yang memiliki, sistem secara hukum negara.

Manajerial kampus harus automaticly. Manajerial pengelolaan akademik, sarana prasarana, dan keuangan. Agar akreditasi bisa sangat bagus, A.

Pada kampus swasta harus dijaga: akreditasi, dan jumlah mahasiswa optimal. Maklum perguruan tinggi swasta (PTS) bisa berdaya, kontribusi besar dari mahasiswa.

Saat ini, kampus mulai jenuh. banyak intelaktual kampus nganggur. Secara nasional. Kebutuhan kualifikasi formal sudah jenuh. Ke depan kampus harus diarahkan mengutamakan kualitas dan relasi. Agar eksis.

Kualitas, ditunjang laboratorium berkualitas. Agar lulusan piawai (bisa implementatif). Tidak cukup mengerti keilmuan. Tetapi harus bisa penerapan. Mengerti saja tidak latihan. Pasti tadak akan bisa. Maka, perlu laboratorium, untuk latihan keilmuan.

Relasi. Menjalin hubunngan orang luar dan dalam negeri. Mengenal. Bisa berbahasa asing. Sangat penting.

Mampu ilmu, tak punya relasi (teman). Akan nggungur. Ilmu kurang guna. Hanya berguna diri sendiri.

Ekstrakurikuler harus aktif. Itu meningkatkan karakter, dan mental mahasiswa. Banyak  kampus kita. Mereka mendapat kepercayaan di masyarakat. Saat kuliah, mereka sebagai aktivis mahasiswa.

Selamat tahun baru 2019. Indonesia makin berilmu, mendasarkan pada ilmu. Semoga.

GeSa, 28/12/18


Posting Komentar

0 Komentar