APENSO INDONESIA

header ads

Pemberian Uang, Mendidik Masyarakat Tidak Jujur

CATATAN:

Pemberian Uang, Mendidik Masyarakat Tidak Jujur

Oleh: Agung Santoso
Ketua MOI Jatim
APENSOINDONESIA.COM


KIta tentu sepakat pesta demokrasi tujuh belas April mendatang bukan sekedar siapa menang, siapa kalah, siapa duduk di kursi dewan mulai DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kan/Kota. Tapi proses menuju pemilihan itu membuat mental masyarakat lebih oke, tetap atau malah buruk jika dihubungkan dengan sebuah kejujuran. Atau kerennya revolusi mentak di bidang politik.

Politik memang membutuhkan biaya atau yang sering akrab kita dengar cost politik. Maka jangan spekulasi kalau mental tak kuat apalagi yang namanya amunisi sekedar ada, meski harus berhutang sana sini juga dan menjual harta benda disana sini juga.

Ketika usai pencoblosan disinilah mental warga yang menerima uang dari kanan, kiri, depan diuji.Ketika ditanya timses A dia menjawab A. Ketika ditanya timses B dia menjawab B, Ketika ditanya timses C dia menjawab C.

Kembali kepada judul di atas data dan fakta mendukung saya membuat topik bahasan tersebut. Bukan menjadi rahasia lagi  jika warga mau menerima pemberian dari tiimses yang berbeda capres, pilkada, pildes.Termasuk nominal uangnya.

Satu warga minimal.bisa menerima tawaran dua pilihan, ini tergantung pilpres, pilgub,pilkada karena calonnya bisa jadi tidak banyak, namun bila pileg, warga bisa menerima tawaran lebih dari dua asalkan bisa memainkan peran. Bak sinetron yang lagi tayang.

Miris memang untuk rupiah warga harus menjual ketidakjujurannya supaya dinilai timses tidak ingkar. Seperti sebuah judul lagu Jangan ada Dusta Diantara kita yang dilantunkan Broery dan Dewi Yul.


Kenyataan ini berjalan dari pemilu ke pemilu, koar koar dari berbagai macam tokoh apapun menentang pemberian uang tidak di kawal utuh.

Artinya mulai awal Pemerintah, KPU, Bawaslu dan Lembaga terkait tidak saja menerima berbagai modus politik uang tapi bagaimana kiat atau upaya laporan itu tidak ada lantaran ketatnya aturan ketatnya pengawasan ketatnya sanksi.Misalnya begitu terbukti dan ada pelaku serta yang diberi mengakui, ibarat kena OTT,  tidak usah proses panjang, Langsung masuk daftar hitam untuk calegnya, kalau perlu di blacklist selamanya.Lalu pilihan bukan caleg? Tim sukses kena sanksi hukum dgn pasal yang menggiring pada penyuapan.

Mari kita renung, jika tim sukses untuk kepentingan pribadi supaya orangnya yang dipengaruhi bisa ikut dan punya kedudukan, lalu bagaimana mental warga selanjutnya? Tentu timses yang sudah tercapai targetnya tak pedulikan warga. Paling jawaban itu terserah mereka dulu , timses tidak memaksa. Kalau warga tiap pemilu dengan mental yang sama tentu kita sepakat ada hukum sebab akibat, penyebab ditawari akibatnya memilih.Lalu siapa yang bersalah? Jawaban ada di anda masing masing.
(Ags)

Posting Komentar

0 Komentar