APENSO INDONESIA

header ads

TUKANG PARKIR MBOGOK SELESAIKAN QUICK COUNT

Catatan:


TUKANG PARKIR MBOGOK SELESAIKAN QUICK COUNT

Oleh: Gempur Santoso
APENSOINDONESIA.COM


Sebetulnya sudah saya siapkan uang receh Rp. 3 rb. Untuk parkir, tanpa karcis. Reflek. Malah kadang tidak ada tukang parkir di tempat ini. Saat sepi. Walau sudah disiapkan recehan, tak ada yang menerima, karena tak ada tukang parkirnya.

Ini adalah tempat kuliner. Daerah pinggiran. Desa. Setelah maghrib makan malam di kuliner tersebut. Sekeluarga. Saya suka ayam goreng manisnya. Minuman wedang uwuh.

Selesai makan, tidak acara lain terus pulang. Semua sudah masuk mobil. Uang receh sudah di tangan kanan saya. Akan saya berikan tukang parkir. Tampaknya banyak tukang parkirnya. Anak anak muda. Tak seperti biasa. Malam minggu.

Mundur dikit terus maju. Kaca pintu kanan saya buka. Saya tanya "berapa?". Biasanya juga tak penah tanya,  saya beri begitu saja. Nggak tahu kok keceplosan bertanya. Jawabnya "20 ribu om". Dalam hati saya kok mahal banget, ini pemerasan (mbogok).

Akhirnya saya jawab "maaf ya, tadi saya bayar makan uang pas. Kapan kapan saja ya. Kamu pasti anak baik". Memang saya bayar  makanan dengan uang pas. Kalau belum pas tentu ditahan dulu, untuk nglunasi.

Tukang parkir beberapa anak muda diam. Dari jauh saya dengar..."oalahhhh". Nggedumel. Mereka tidak jadi dapat uang 3 ribu yang sudah saya siapkan. Akhibat ada kesan memeras parkir.

Dengan saya jawab merendah dan menjunjung mereka. Tidak ada bentrok apapun. Masalah selesai.

Andai saya jawab dengan aturan resmi. Misal, ini parkir tak ada karcis, tidak ada ijin dari pemda. Ini warung apa ada ijinnya.  Perkir kok mahal. Tentu akan lain, bisa jadi ramai atau pun otot ototan. Apalagi mereka anak anak muda punya sifat pemberani.

Nah...itu  masalah saat akan diperas (dibogok) orang lain. Menggunakan pendekatan politik atau diplomasi atau hukum?. Mana yang tepat?.

Kalau mengikuti slogan pegadaian: mengatasi masalah tanpa masalah.
Bagaimana dengan quick count berselisih antar capres? Jangan sampai salah pendekatan. Jangan sampai "kriwikan dadi grojokan".
(GeSa)

Posting Komentar

0 Komentar