APENSO INDONESIA

header ads

KAK REKTOR LEVEL DUNIA, BUKAN GEMBENG TAPI TAJAM LEMBUT HATINYA

Pendidikan:

KAK REKTOR LEVEL DUNIA, BUKAN GEMBENG TAPI TAJAM LEMBUT HATINYA
Oleh:  Gempur Santoso
Managing Director APENSO INDONESIA



Agak rirep riyep saya bangun tidur. Terdengar sentrap sentrup hidung tersumbat, isak air mata mbrebes mili. Saya jenggerat bangun. "Ada apa mas" tanya saya. "Prof Hartanto meninggal dik" jawabnya. Mas Djoko AW terisak isak. Merasakan sedih, hati tersentuh kesedihan. "Ya kita doakan saja, mengapa menangis" kata saya.

Saya sekamar dengan mas Djoko. Dia mendampingi saya dalam menerima award autor citations research international tertinggi dan seminar internasional. Hemat biaya, pilih double bed sekamar. Dia seorang rektor yg tampak tegar, kuat, dari penampilan.

Dia rektor memiliki jaringan luas dunia. Aktivis kepramukaan yg membuat level dunia. Saat di Malaysia Prof. Sabri, Prof. Kalaimanan menemuai pak rektor. Saya diajak nimbrung.

Saat jalan jalan di toko buku ketemu juga temannya pengakap (pramuka) Prof. Atung. Kami berdua ditraktir profesor yg sudah usia sekitar 82 tahun itu. Sebuah restoran di dalam gedung Petronas. Profesor ini pernah sungkem ke makam Bung Karno di Blitar. Dulu. Dari Surabaya ke Blitar naik Halikoper. Prof Atung ayahnya dulu sebagai sekretaris negara Malaysia. Atas wasiat ortunya dia ke makam Ir Soekarno. Sebab ayahya pernah dibantu Bung Karno dibebaskan dari penjara penjajah. Asal usul ayah dan kakek neneknya profesor ini dari Serambi Mekah Aceh.

Kak rektor panggilan pramukanya. Mas Djoko panggilan saya. Dia juga pengurus kwarnas pramuka, salah satu ketua pengurus besar PGRI. Dia aktif scout internasional, anggota dan petugas perdamaian dunia PBB.

Pagi setengah siang saya menerima award. Disampaikan oleh Presiden International Conference on Research in Higher Education (ICIRHE). Mas Djoko berkali kali memotret saya. Kami duduk berdampingan. Air mata dia meleleh, terisak isak hidungnya. Kata saya: "hai jangan menangis". Saya tahu air mata kebahagiaan yg bercucuran pada siang ini, anak buahnya mendapatkan award dunia. Beda dengan air mata pagi tadi setelah subuh, dosen anak buahnya meninggal dunia.

Sedih berlebih dan bahagia berlebih, ditandai air mata.
Seperti judul lagi "nangis karo ngguyu".

Hari ini ada lagi anak buahnya meninggal dunia. Bapak Boy Sudarmaji. Saya ketemu bersamaan dengannya. Saya dan mas Djoko saling sapa dan bersalaman. Dia agak menghidar dari saya. Saya tahu. Mungkin menyembunyikan tetesan air mata kesedihan atas dosen anak buahnya wafat. Agar tak ketahuan saya lagi.

Ketegaran Mas Djoko sekaligus Kak Rektor manusia level dunia itu, dibaliknya memiliki kelembutan dan ketajaman hati. Ditandai air mata dan isak nafas yg selalu disembunyikan. Salam hormat.

(GeSa)


Posting Komentar

0 Komentar