APENSO INDONESIA

header ads

Jangan Remehkan Aturan Rambut Siswa!

Opini dan berita:



Jangan Remehkan Aturan Rambut Siswa!
Oleh: H. Banu Atmoko
Guru


APENSOINDONESIA.COM --- Disiplin adalah suatu sifat atau kemampuan yang dimiliki seseorang untuk taat dan bisa mengendalikan diri, agar tetap mematuhi aturan yang telah dibuat atau disepakati. Disiplin merupakan suatu sikap atau perlaku yang tentunya diharapkan oleh banyak orang, khususnya orang berpendidikan.

Tentunya disiplin sangat dibutuhkan karena dapat membantu suatu kegiatan agar dapat berjalan dengan lancer sesuai yang diharapkan. Tentu disiplin tidak lepas dari aturan, norma, prosedur, organisasi, kerja sama, hukuman, dan lain sebagainya. Untuk menaklukkan kuasa kemauan di dalam diri sendiri. Agar seseorang dapat menjadi pemerintah atas dirinya sendiri. Untuk memperbaiki berbagai kebiasaan seseorang. Untuk mengajarkan menghormati orang tua dan Ilahi. Penurutan atas dasar prinsip, bukan paksaan. Untuk menciptakan dan mengembangkan suatu keteraturan dalam berbagai tindakan manusia. Untuk memberikan sasaran tertentu yang ingin dicapai sekaligus membatasi cakrawala. bahwa materi ajar akan gampang dipahami oleh para siswa jika otak mereka berada pada gelombang alfa.

Apapun itu istilahnya, yang saya juga tidak begitu paham, otak dengan gelombang alfa adalah keadaan ketika otak masih segar dan siap menerima informasi apapun. Gampangnya, gelombang alfa mungkin bisa digambarkan dengan kondisi otak di pagi hari, selesai mandi, fresh, dengan catatan tidak ada beban pikiran. Ketika itulah, apapun yang diajarkan kepada siswa akan efektif. Semakin banyak tekanan, semakin tidak mendukung lingkungan, semakin tidak baik hubungan guru-murid, makasemakin jauh otak dari posisi gelombang alfa, dan semakin susah informasi masuk ke otak siswa.

Jika Anda pernah melihat guru/trainer melakukan brain storming, meminta berdiri, merentangkan tangan, menarik nafas yang dalam dan melepaskannya secara perlahan, itu adalah strategi-stretegi untuk mengembalikan otak ke gelombang alfa.

Selain guru harus berusaha menempatkan siswa pada gelombang alfa, guru juga harus berhasil mengatasi hal-hal distruktif, diantaranya otak reptil. Apa pula itu otak reptil? Otak reptil adalah bagian otak manusia yang menumbuh-dan-kendalikan daya berontak manusia. Ini bukan sesuatu yang jahat, karena manusia memang memiliki segudang paradoks, antara sifat alami yang lembut dan penuh empati pada satu sisi tetapi memiliki potensi perlawanan pada sisi lain. Kedua sisi, kelembutan dan perlawanan, dibutuhkan dalam hidup; tergantung situasi apa yang dihadapi. Dalam konteks proses belajar mengajar, jika seorang murid melakukan perlawanan atau pembangkangan terhadap guru, maka ketika itu otak reptilnya sedang bekerja.

Entah bagaimana hubungannya dengan gelombang alfa tadi, yang pasti, ketika otak reptil bekerja, otak tidak pada posisi alfa. Artinya, ketika ada resistensi dari siswa terhadap guru, materi ajar tidak akan bisa ia mengerti. Bukan hanya pada siswa, jika suatu ketika dalam proses belajar-mengajar otak reptil guru bekerja, maka tidak akan bisa ia memberikan pengajaran yang baik bagi siswa. Lebih parah lagi ketika keduanya beradu kuat dengan otak reptil masing-masing, tidak ada pendidikan, yang ada hanyalah saling melawan. Dengan adanya kedua potensi ini, maka guru bisa memaksimalkan waktu dalam pengajarannya dengan mengondisikan siswa pada gelombang alfa dan menundukkan otak reptilnya.

Namun begitu, hal sebaliknya juga bisa terjadi. Hal-hal tertentu akan sangat mungkin merangsang bekerjanya otak reptil siswa. Misalnya ketika siswa melihat gurunya tidak adil terhadap siswa; lunak ke beberapa siswa dan keras pada sebagian lainnya; ketika mereka melihat gurunya tidak disiplin waktu, sementara siswa yang datang terlambat dihukum menyiram bunga; ketika ada peraturan ketat tentang ukuran rambut siswa laki-laki, sementara guru bebas-bebas aja tuh. Ketika itu terjadi, kegiatan belajar-mengajar sia-sia. Saya ingat sekali, ketika itu trainer-nya berkata, “Jangan pernah pancing otak reptil anak!” Contoh yang paling menarik bagi saya terkait pernyataan tersebut adalah peraturan rambut. Mungkin ini tidak asing. Siapapun di Indonesia ini tahu, bahwa siswa laki-laki tidak boleh memiliki rambut gondrong. Bukan, gondrong terlalu jauh, mungkin dibahasakan ‘panjang’ aja, meskipun kata ini masih sangat tabu.

Beberapa sekolah mungkin sangat ketat, “Ukuran rambut siswa laki-laki adalah 1/5 cm di bawah, 1 cm di pinggir, dan 3 cm di atas.” Apakah ini sekolah militer? Bukan. Sekolah sipil biasa. Termasuk madrasah tempat saya belajar, tentu saja. Tapi itu titik ekstrimnya, saya kira. Masing-masing sekolah memiliki modelnya masing-masing. Beberapa ketat dan pendek, beberapa lainnya cukup longgar. Mengapa peraturan ini menarik? Saya tidak melihat aturan lain yang menyentuh semua kategori siswa, baik siswa pintar, bodoh (menggunakan paradigma status quo), disiplin, telatan, rapi, urakan, atau patuh dan pembangkan, selain aturan rambut ini.

Kasus PR mungkin hanya siswa-siwa urakan dan tidak disiplin yang menjadi masalah. Masalah telat? Yang tidak disiplin tentu saja. Siswa patuh tidak akan bermasalah dengan kedua contoh pelanggaran di atas. Kasus aksesori baju yang tidak lengkap atau berlebihan? Hanya menyentuh siswa urakan. Yang pintar, disiplin, rapi? No problem. Tapi kasus rambut, ini berlaku umum. Baik yang pintar, yang patuh, atau yang urakan dan pembangkang, semua kena, secara umum. Saya mengajukan pertanyaan, mengapa harus ada peraturan tentang rambut ini, bahkan hingga batasan yang ekstrim? Kerapian? Secara mungkin sekilas begitu.

Murid seharusnya tampil rapi. Akan tetapi, mengapa rambut siswa yang cenderung rapi, tidak bisa disebut panjang, meskipun juga tidak pendek, tetap saja dihukum potong secara sembarangan (terutama menjelang ujian, peraturannya semakin ketat)? Kepatuhan? Bisa jadi. Siswa yang patuh seharusnya mengikuti peraturan yang ditetapkan sekolah, termasuk masalah rambut.

Jika demikian, mengapa harus rambut? Ada banyak kriteria lain yang bisa dijadikan tolok ukur selain rambut. Lagi pula, sekolah bukan mencetak orang patuh. Sekolah ada untuk memaksimalkan potensi manusia. Ketika peraturan rambut diberlakukan dengan begitu ketat, dengan alasan yang tidak masuk akal, maka yang diajarkan di sini hanyalah kepatuhan buta. Bukan itu maksud dari sebuah sekolah. Sekolah bukan barak prajurit. Terkait dengan gelombang alfa dan otak reptil di atas, saya mengkhawatirkan bahwa peraturan rambut ini tidak ada fungsinya selain untuk merangsang pertumbuhan otak reptil siswa. Mungkin guru berniat baik, untuk membiasakan hidup rapi dan mengajarkan makna kepatuhan, akan tetapi ‘konsep kerapian’ dan ‘kepatuhan’ sendiri dicederai, dan yang ada hanyalah merangsang aktifnya otak reptil siswa. Lebih berbahaya lagi, peraturan ini bukan hanya memiliki efek kecil bagi sebagian siswa, melainkan pada siswa secara umum.

 Dengan demikian, peraturan rambut justru menjadi instrumen yang menghalangi efektifnya proses belajar-mengajar. Peraturan rambut justru menciptakan situasi yang tidak mendukung untuk pendidikan. Peraturan rambut hanya memaksimalkan potensi kebengalan siswa. Mengenai kepatuhan buta, peraturan rambut ini memiliki efek yang lebih permanen dalam pertumbuhan mental siswa. Ketika mereka melihat rambut mereka rapi, tapi masih dipotong sembarangan, dengan alasan kepatuhan, artinya mereka dipaksa untuk menerima sesuatu yang bagi mereka tidak masuk akal. Dengan demikian, siswa diajarkan untuk bereaksi terhadap sesuatu meskipun mereka tidak memahaminya. Jika siswa tumbuh dengan mental seperti ini, mereka tidak akan mampu menjadi pemimpin di esok hari. Pemimpin tidak bisa bertindak sembarangan; ia harus menyadari betul dengan apa yang ia putuskan. Mereka juga akan dengan gampang dipengaruhi dan diadu-domba. Semua karena mereka telah dipaksa semenjak dini untuk bertindak dan bereaksi melawan kesadaran diri sendiri.

Dalam menerapkan DISIPLIN Dan Kerapian Bagi Peserta Didik Di SMP PGRI 6 Surabaya  Sekolah Peduli Berbudaya Lingkungan Yang Terletak Di  Jalan Bulak Rukem III No. 7 – 9 Kelurahan Wonokusumo Kecamatan Semampir , Pada Hari JUM’AT 20/9/2019 Tim TATIB SMP PGRI 6 Surabaya Yang Terdiri Dari Ibu MEI KURNIATUL ADAWIYAH , S.Pd , Ibu YENI EKA PRAWISTA , S.Pd , Ibu YUNI ISMARYATI  S.Pd , Bapak ACHMAD SYAIFUDDIN , .SH. I , Sedang melakukan SIDAK Ke Kelas – Kelas Mulai Kelas 7 – 9 SMP PGRI 6 Surabaya , Serta SDS “ AL-IKHLAS Surabaya Kelas 1- Kelas 6 , Dimana TIM TATIB SMP PGRI 6 Surabaya memeriksa Rambut – Rambut Peserta Didik SMP PGRI 6 Surabaya dan SDS “ AL-IKHLAS Surabaya Yang panjang. . Menurut Ibu YUNI ISMARYATI , .SPd Selaku Guru BK Mengatakan bahwa Tujuan dari kegiatan ini adalah agar Rambut dari Siswa / Siswi SMP PGRI 6 Surabaya tampak rapi dan rajin , sehingga pada saat di luar masyarakat  tidak mencemooh siswa dengan rambut panjang.

 Sedangkan Menurut Ibu MEI RATNA SUSANTI , S.Si mengatakan bahwa  materi ajar akan gampang di pahami , jika otak mereka pada gelombang Alfa, Jadi di harapkan setelah di Potong rambut ini bisa membuat Anak Anak Lebih bisa menerima Pelajaran dengan mudah dan Membuang Sengkala . (Ba)

Posting Komentar

0 Komentar