APENSO INDONESIA

header ads

PENDIDIKAN AKHLAK MULIA TERGIUR PENDIDIKAN SERAKAH

Opini:


PENDIDIKAN AKHLAK MULIA TERGIUR PENDIDIKAN SERAKAH
Oleh: Gempur Santoso


Hari guru 2019 tepatnya 25 November. Di media sosial: fb, WA, semarak ucapan dan berbagai gambar- foto. Semua positif, ucapan selamat. Guru murid upacara. Murid berseragam, berdasi, bersepetu. Para guru juga berseragam, ada berpakaian batik PGRI, batik korpri.

Inspektur upacara, mungkin kepala sekolah, ada yang berpakain jas, berjaket, berdasi, pakai topi warna gelap bergambar Garuda Pancasila.

Pemandangan di media sosial secara fisik gambar foto memang tampak bersahaja pendidikan saat ini. Ada yang guru mendapat hadiah dari murid. Ada yang pentas, juga semacam bazar. Up load stutus Ki Hajar Dewantoro, beserta kata-kata bijaknya. Secara umum bagus, di media sosial. Di desa desa sudah bagus. Di  wilayah Jawa Timur juga bagus.

Tiba-tiba teringat tahun 1970-an. Sekitar 49 tahun yang lalu. Saat saya masih sekolah dasar. Anak sekolah tidak seragam. Suwal kolor (celana pendek tali karet). Baju seadanya yang dipunyai. Ceker alias tak bersepatu. Ruang sekolah lantai tanah. Dinding sesek (ayaman bambu). Itu dipedesaan di Jawa Timur.

Sejak dulu pendidikan karakter menjadi fokus. Sopan santun. Unggah ungguh. Hormat ortu. Hormat guru. Hormat yg lebih tua. Sayang ke yg lebih muda. Iman dan taqwa pada Tuhan. Sekolah belajar mencari ilmu. Semua tersirat sesuai UU sisdiknas saat ini.

Dulu dan sekarang pendidikan yg beda menyolok pada fasilitas fisik saja. Tetap orientasi pembentukan karakter (akhlak mulia).

Tiba tiba saya teringat pula, saat di Hi-Tech Mall. Saat membeli laptop. Bangsa kita hanya kebagian: tukang servis, makelar, penjaga toko. Tidak pada bagian jaringan agen dagang elektronik.

Kita belajar akademis, belajar menjadi manusia berkarakter. Tidak  belajar membangun jaringan dagang nembus dunia. Tidak belajar nembus jadi pembisnis kelas kakap dunia.

Belajar membangun jaringan bisnis tidak harus berbekal  belajar di sekolah, banyak yg bisa sukses.

Tapi, kita tetap besyukur. Belajar di sekolah masih dijari berkarakter. Diajari takut dosa, tenggang rasa. Menyakini ada hidup di dunia dan hidup kekal di akherat. Bukan tergolong penipu walau punya sempat menipu. Tetap jujur.

Watak tipu menipu itu serakah, tak tenggangrasa, tak mengenal dosa, watak serakah kapitalisme. Kitabnya kapitalisme memang serakah.

Kalau karakternya kuat. Ada sempat nipu, mencuri dan haram lainnya, tentu tak akan dilakukan.

Pendidikan kita mau dibawa ke mana?. Ke membentuk karakter mulia atau ke watak kapitalisme?

Serakah berkarakter atau serakah berakhlak mulia itu tidak mungkin ada. Berakhlak mulia ya akhlak mulia. Serakah ya serakah. Tak mungkin tercampur. Yang mungkin terjadi hanyalah terkecoh kesan.

Bagaimana pendidikan melahirkan manusia berkarakter sekaligus mampu menjadi pengusaha kelas kakap? Rumusnya? Mungkinkah?
*(GeSa)






Posting Komentar

0 Komentar