APENSO INDONESIA

header ads

KESEIMBANGAN CERDAS DAN EMOSIONAL

KESEIMBANGAN CERDAS DAN EMOSIONAL
Oleh : Gempur Santoso


Memang perlu keseimbangan IQ dan EQ. Keseimbangan Intelligence Quotient (kecerdasan nalar) dan Emotional Quotient (kecerdasan mengelola emosional/karakter).

Nalar cerdas tapi emosional/karakter kacau, bisa sulit sukses. Sebaliknya, karakter bagus kurang cerdas, tentu bisa mudah dibohongi, berulang-ulang ketipu.

Kita perlu cerdas berfikir dan berkarakter. Perlu mengasah otak dan mengasah hati (qolbu). Agar tepat dalam berperilaku mengambil keputusan untuk dirinya sendiri. Memiliki sikap yg tepat : sikap tidak merugikan siapapun, sikap yang tidak menyakitkan siapapun.

Dari segi karakter. Perwujudannya sopan santun, empati, simpati, tata krama, teposliro, tenggangrasa, dan sebagainya. Secara umum, kita sebagai bangsa Indonesia sudah lumayan baik (menurut subyektif saya).

Dari segi kecerdasan nalar, tampaknya perlu ditingkatkan. Buktinya bangsa kita dari berbagai kasus sering terjadi mudah dibohongi. Mudah ditipu.

Fenomena munculnya berbagai kerajaan "palsu". Kerajaan Sejagad, Empire, King of The King. Banyak pengikutnya. Tergiur. Ada yg iuran. Merasa tak terasa kalau ditipu.

Bahkan janji-janji saat pemilihan "raja". Janji tak terpenuhi. Pun tak kapok mau ditipu. Padahal pepatah Jawa sudah banyak yang tahu "ojo nggumunan, ojo kagetan..." (jangan mudah tergiur, jangan mudah terkaget-kaget...). Saat melihat atau mendengar sesuatu aneh, tidak masuk akal.

Perlu sering belajar berfikir untuk mendapatkan solusi atas permasalahan. Agar kecerdasan meningkat. Terus aktivitas. Pada proses akvivitas pasti ada masalah yang harus diselesaikan. Terus berpikir, berproses cari solusi, dilakukan. Lama-lama kecerdasan meningkat.

Beraktivitas dan berpikir. Sel otak akan aktif. Sel otak menjadi aktif. Sel otak akan responsif. Dalam perjalanan aktivitas akan muncul ide-ide. Kalau sel otak diam, tidak ada proses asah otak. Apalagi banyak tidur. Hidup untuk tidur. Otak jadi beku. Kecerdasan tidak muncul.

Kalau pendidikan kita terlalu didominasi metode dogmatis. Tentu akan lemah dalam kemampuan kecerdasan logikanya. Tapi menghasilkan generasi penurut, gampang manut. Gampang anut grubyuk (ikut-ikutan).

Padahal kita tahu "yang membedakan manusia dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya adalah akalnya". Tentu kita sudah diberi akal, jangan sampai tak berakal/kurang mampu berfikir.
Semoga Tuhan selalu memberikan hidayah pada kita semua.

(GeSa)

Posting Komentar

0 Komentar