APENSO INDONESIA

header ads

“Ajarkan Siswa Mencintai Budaya Sendiri Sejak Dini“

“Ajarkan Siswa Mencintai Budaya Sendiri Sejak Dini“
Oleh : H. Banu Atmoko
Partner Apenso Indonesia



Derasnya arus informasi mancanegara yang masuk ke Indonesia telah membawa budaya asing yang memengaruhi perubahan budaya masyarakat. Secara perlahan tetapi pasti rasa cinta maupun pemahaman terhadap budaya tradisional mulai luntur terutama di kalangan generasi muda. Tergantikan oleh budaya Barat yang tidak seluruhnya sesuai dengan norma etika bangsa Indonesia.

Secara perlahan kemajuan ini mampu mengikis kesadaran masyarakat dalam mencintai seni budaya tradisional. Padahal, kesenian tradisional merupakan bagian dari kebudayaan yang menjadi ciri sebuah bangsa dan patut dijaga kelestariannya.

Budayawan Jose Rizal Manua menjelaskan, budaya asing, khususnya dari Barat, berhasil memengaruhi pelajar Indonesia. Itu terlihat dari kamar pribadi hingga ruang-ruang privasi mereka yang dihinggapi budaya luar negeri.

Budaya asing yang serba instan tersebut akhirnya mampu menggantikan budaya tradisional yang seharusnya dipegang teguh para pelajar. Untuk membentengi perkembangan budaya luar, pendidikan seni dan budaya sejak usia dini wajib diberikan kepada setiap pelajar.

Hakikat manusia adalah mencerna dan mengingat apa yang mereka kerjakan untuk pertama kali dan terus berulang. Layaknya belajar berdiri dan berbicara bagi seorang balita, pelajar muda baik sejak PAUD maupun sekolah dasar alangkah bagusnya mulai diperkenalkan seni dan budaya negaranya sendiri.

Dengan pembekalan sejak dini, para penerus bangsa ini diharap mampu membentengi diri mereka guna menghidupkan kesenian dan kebudayaan tradisional. "Kita mempunyai sejarah yang amat kuat dalam hal tradisi, seni, dan kebudayaan yang harus dijaga," ujar Jose. Salah satu cara untuk menerapkan seni budaya di tubuh para penerus bangsa yaitu memperbanyak pelajaran mengenai hal ini di sekolah.

Seniman teater ini juga menilai kurikulum yang dibangun pemerintah masih kurang dalam mempertahankan nilai seni budaya tradisional. Lebih banyak memakan porsi teori ketimbang praktik sehingga belum membuahkan hasil maksimal.

Selain itu, masih minimnya sosok guru yang mempunyai visi dan misi dalam mempertahankan seni budaya bangsa. Hal itu menjadi salah satu penyebab anak muda Indonesia tak begitu peduli terhadap budaya tradisional.

Peran kurikulum yang diterapkan pada pendidikan sangat berpengaruh terhadap erosi seni budaya tradisional. Pendidikan dasar maupun menengah hanya menekankan prestasi di bidang akademik. Masih jarang kegiatan yang disengaja diadakan untuk menilai kelihaian seni budaya di sekolah masing-masing. Bahkan, sedikit sekali lembaga pendidikan formal yang menghidupkan seni budaya.

Orang tua siswa yang memang mempunyai latar belakang seni memilih untuk menyekolahkan anak mereka di sanggar-sanggar kesenian. Selain kurikulum pendidikan di sekolah, para orang tua kecuali mereka yang berlatar belakang seni, kurang memberikan pengetahuan seni budaya kepada sang anak.

Masih jarang ditemukan orang tua yang menginginkan anaknya kelak menjadi seorang penari, dalang, dan ahli seni lainnya. Mereka merasa derajat keluarga akan lebih terangkat ketika anak-anaknya menjadi seorang dokter atau ilmuan eksakta.

Warga sendiri tidak meregenarisakan seni budaya melalui berbagai kegiatan, mereka tidak menciptakan kebiasaan. "Jadi jika seni budaya kita akan habis," tutur Susilo. Peneliti dan konsultan pendidikan Doni Koesoema bahkan berpendapat jika sistem kurikulum mengenai seni budaya seharusnya segera direvisi.

Di sekolah dasar dalam pelajaran kesenian, murid kebanyakan hanya diajarkan melukis dan membuat prakarya saja. Sedangkan, untuk ekstrakurikuler, mereka kurang banyak mempraktikkan budaya daerah masing-masing. Padahal, untuk meningkatkan minat murid dalam seni budaya, akan lebih baik bila setiap sekolah di setiap daerah memberikan mata pelajaran yang terkait dengan kekhasan budaya di daerah tersebut.

Dalam mengajarkan kepada peserta didiknya SMP PGRI 6 Surabaya yang merupakan Sekolah Peduli Berbudaya Lingkungan yang terletak di Jalan Bulak Rukem III No. 7 – 9 Kelurahan Wonokusumo Kecamatan Semampir. Pada hari Rabu 12/2/2020, Ibu Duwi Lestari, S.E selaku Guru Seni Budaya dan Ibu Dra. Tiwik Sukirahayu selaku Guru Prakarya. Dalam kesempatan tersebut seluruh siswa/siswi SMP PGRI 6 Surabaya diajarkan membuat BATIK dengan Teknik GULIJAT (GULUNG LIPAT dan JUMPUT).

Selesai membuat batik, seluruh batik yang dibuat oleh seluruh siswa/siswi SMP PGRI 6 Surabaya langsung dijemur di lapangan. Menurut Kepala SMP PGRI 6 Surabaya kelahiran April 1984 Alumni Jurusan PLS UNESA menyatakan bahwa tujuan dari kegiatan ini adalah mengajak peserta didik SMP PGRI 6 Surabaya untuk Mencintai Budaya Sendiri Sejak Dini termasuk Mencintai Budaya BATIK tersebut.*

Posting Komentar

0 Komentar