APENSO INDONESIA

header ads

Segelas Milo di Penyeberangan Kamal - Surabaya (2) : Sayang, Bangunan Tak Terawat, Pertokoan Gulung Tikar

Segelas Milo di Penyeberangan Kamal - Surabaya (2) :


Sayang, Bangunan Tak Terawat, Pertokoan Gulung Tikar
Oleh : Agung Santoso
Apenso Indonesia

ANGIN Kencang diselingi ombak kecil menyentuh kapal penyeberangan Madura - Surabaya Jokotole membuat saya kembali untuk meneruskan minum milo yang tinggal separuh gelas.

Dalam alam pikiranku, inilah bukti kekuasaan Allah, mengatur ombak, mengatur kapal berlayar, dan mengatur semuanya yang ada di alam raya ini.

Tulisan pertama yang merupakan mengangkat judul Aduh, Sampah yang tercecer, Sampai ada Peringatan Azab menggugah kita akan peduli lingkungan, sedang tulisan seri kedua mengangkat topik dampak keberadaan jembatan Suramadu terhadap fasilitas tempat penyeberangan di Kamal.

Hujan gerimis mulai turun, sambil melihat kapal niaga, penumpang bersandar dengan ukuran besar.

Miloku kuteguk lagi, sembari merenung kilas balik tentang fasilitas penyeberangan di Kamal sebelum terbentangnya jembatan nasional Suramadu.

Kita, terutama saudara-saudara kita yang kerap kali pulang pergi Surabaya - Madura sebelum jembatan Suramadu dibuka Juni 2009, kapal-kapal penyeberangan yang dimiliki ASDP dan DLU (Dharma Lautan) merupakan tumpuan utama untuk melewati Selat Madura.

Ramainya penyeberangan yang hampir 24 jam nonstop sangat berdampak pada pembangunan di terminal kedatangan kapal, pintu gerbang untuk masuk dan keluar pejalan kaki, roda dua, roda empat berdiri tegak, terawat dan asri di sekitarnya.

Begitu juga, pertokoan di terminal Kamal ramai dikunjungi, apalagi pedagang kaki lima sangat betah berjualan, lantaran arus penumpang, baik dari Kamal menuju Surabaya atau Surabaya menuju Kamal frekuensinya cukup tinggi.

Seiring dengan berjalannya waktu, jembatan Suramadu menjadi idola, pemakai jalan, tidak perlu naik kapal cukup lewat Suramadu.

Penumpamg menurun,
Pemasukan berkurang,
Perawatan dan peduli lingkungan berkurang.

Penumpang menurun,
Pertokoan dan PKL sepi pembeli, akhirnya semua gulung tikar. Tidak ada toko buka, tidak ada PKL yang selalu menanti pembeli yang akan naik dan turun dari kapal.

Masa jaya sebelum terbentangnya jembatan Suramadu dengan ramainya pengunjung telah berlalu. Lalu bagaimana nasib bangunan di sekitar terminal penyeberangan Kamal dan saudara kita yang menutup tokonya karena sepi. Tentu jawabnya tidak mudah membalik telapak tangan, karena banyak pihak terkait. (agung)

Posting Komentar

0 Komentar