APENSO INDONESIA

header ads

DARURAT KESEHATAN DAN PENDIDIKAN

Darurat Kesehatan dan Pendidikan
Daniel Mohammad Rosyid - PTDI 
Guru Besar ITS Surabaya


Menghadapi pandemi Covid-19 ini, Pemerintah telah menyatakan keadaan Darurat Kesehatan. Pada saat kebijakan Social Distancing dilontarkan, program turunannya adalah menghindari kerumunan untuk memutus penularan Covid-19. Salah satu kerumunan itu adalah sekolah dan kampus. Lalu dikeluarkan program Belajar dari Rumah dan Bekerja dari Rumah.

Penting dicermati bahwa belajar dari rumah di tengah pandemi Covid-19 telah membuka fakta bahwa belajar sebenarnya bisa dilakukan tidak sekedar dari rumah, tapi bahkan bisa dilakukan di rumah. Bahkan belajar di rumah sangat bisa dilakukan dengan lebih efektif dan lebih efisien. Belajar di sekolah sebetulnya merupakan keadaan darurat saat keluarga lumpuh tak berdaya mendidik anak-anaknya sendiri. Beberapa ratus tahun silam, hanya orang gila yang mau menyerahkan anak-anaknya ke orang asing yang disebut guru di sebuah tempat yang disebut sekolah.

Yang sebenarnya terjadi selama ini adalah darurat pendidikan yang berkepanjangan. Akar utama darurat pendidikan ini adalah monopoli persekolahan dalam menyediakan pendidikan sebagai public goods. Sekolah dengan diam-diam menkomoditikan pendidikan menjadi barang langka yang makin mahal. Sekolah terlalu sering memberi pesan dan kesan sebagai satu-satunya tempat belajar. Tidak sekolah berarti kampungan dan tidak terdidik. Padahal belajar bisa dilakukan oleh keluarga di rumah. Bahkan kesempatan belajar untuk semua hanya mungkin dilakukan oleh semua, terutama oleh keluarga.

Dalam hal kesehatan, pandemi Covid-19 juga membuka fakta bahwa kita telah lama dalam kondisi darurat kesehatan saat kesehatan sebagai public goods juga dikomoditikan hampir secara monopolistik oleh rumah sakit dan industri kesehatan (pabrik obat dan vaksin). Ini paradigma supply and curative yang mahal dan rawan krisis. Kesehatan seolah tidak bisa dihasilkan oleh keluarga, seperti pendidikan juga tidak bisa dihasilkan oleh keluarga. Keluarga diposisikan sebagai konsumen kesehatan dan pendidikan. Jika kita berkepentingan dengan education for all, kita juga berkepentingan dengan health for all. 

Selama kita melalui Pembatasan Sosial Berskala Besar dirumahkan paksa secara massal saat ini, sesungguhnya kita justru kembali ke situasi normal. Mencari pendidikan di sekolah, dan mencari nafkah di pabrik dan mencari kesehatan di rumah sakit sesungguhnya adalah kondisi darurat. Belajar, bekerja, dan hidup sehat bisa dilakukan oleh keluarga di rumah.

Oleh karena itu, saat ICU di banyak rumah sakit makin kewalahan menangani pasien Covid-19 yang membutuhkan ventilator, kematian mungkin tak terhindarkan. Tapi kita juga mesti sadari bahwa saat ini terlalu banyak anak-anak muda cerdas yang tidak memperoleh kesempatan belajar karena persekolahan yang makin langka dan mahal karena makin terobsesi dengan standard dan ranking. Saat ini penting kita merenungkan pesan Muhammad Rasulullah SAW saat dia mengatakan bahwa rumahku adalah surgaku, dia tidak main-main sama sekali. Harapan mengakhiri keadaan darurat ini ada pada keluarga di rumah. Tidak di tempat lain.

Gunung Anyar, 8/4/2020

Posting Komentar

0 Komentar