Santai:
SENANG RIYOYO
Oleh : Gempur Santoso
Saya baca cerita dari sepupu. Dia perempuan. Juga menjadi perangkat desa.
Musim Covid-19. Perangkat desa dapat tambahan membagi beras untuk warga. Agar tidak kekurangan bahan makan. Sebab banyak standart operationan prosedure (SOP) atas kibijakan Covid-19.
Antara lain keluar dikurangi, sebagian jalan ditutup. Jaga jarak. Kerja agak sulit. Maka, pemerintah memberi bantuan beras pada rakyatnya. Bagus. Perangkatlah yang menata dan membagi pada rakyatnya yang berhak.
Tiba-tiba. Hari ini sekitar malam selawe (25). Beberapa mall dan pasar, ramai. Nglupa atau lupa "jaga jarak". Banyak yang beli atau membelikan sandangan (busana) anyar (baru).
Sepupu saya yang perangkat. Menduga orang orang ke mall atau ke pasar, hasil jual beras jatah Covid-19. Agak geram. Padahal dianggap kurang makanan, biar bisa makan. Diberi beras sumbangan. Tapi, ya...ternyata, lumayan. Pas.. menjelang lebaran, bisa serba baru.
Saya ingat. Sejak dulu kala. Kalau riyoyo (hari raya) mesti klambi (baju), srandal (sandal), kopiah, dan sarung anyar (baru).
Baru tidak harus mahal. Yang penting baru. Sering saya dengar "setahun pisan (satu kali) mosok gak anyar (mengapa tak baru). Bahkan yang tak punya uang, dulu, direwangi utang (ditekat hutang). Mungkin sekarang juga. Pokok bisa nyandang (bebusana) anyar (baru). Utamanya anak anak.
Kini banyak yang ngirit-irit (hamat). Apalagi dapat beras jatah. Bisa jrenggg...baru. Saya yakin beras bantuan sebagian juga untuk makan.
Yaa...namanya riyoyo (riya'= sombong), bodho, bisa juga riyoyo (hari raya), idul fitri. Yang penting senang. Maaf lahir batin ya...
Itulah budaya, kadang sulit ditentangnya.
(GeSa)
0 Komentar