APENSO INDONESIA

header ads

PELAJARAN DARI COVID-19

PELAJARAN DARI COVID-19 


Oleh : Warsono
Guru Besar dan Mantan Rektor UNESA


    Meskipun telah dilakukan PSBB di berbagai daerah, jumlah orang yang terpapar covid-19 masih terus meningkat dengan tajam. Sampai tanggal 20 Juni 2020 jumlah warga yang terkonfirmasi covid-19 sejumlah 45.029 orang. Jumlah ini merupakan akumulasi peningatan 1.226 dari hari sebelumnya (Kompas.com)
Jumlah penduduk yang terpapar covid-19 di seluruh dunia juga masih terus mengalami peningkatan. Bahkan muncul klaster-klaster baru di beberapa negara yang pada mulanya sudah mulai terkendali. Padahal berbagai negara telah mengambil kebijakan untuk lockdown maupun PSBB. Kebijakan PSBB ternyata tidak cukup efektif untuk mencegah penularan covid-19. Beberapa Daerah yang telah menerapkan PSBB selama dua kali belum menunjukan adanya penurun jumlah warga yang terpapar.

    Beberapa negara, termasuk Indonesia telah mengambil langkah untuk melakukan new normal, meskipun penyebaran covid belum bisa dikendalikan sepenuhnya. Hal ini dimaksudkan untuk mengatasi problem ekonomi. Sejak muncul wabah covid-19 pada bulan Januari beberapa negara telah melakukan pembatasan aktivitas orang maupun kegiatan ekonomi. Pembatasan mobilitas sosial dan penghentian kegiatan ekonomi selama lebih dari tiga bulan tentu membawa dampak pada kehidupan masyatakat. Mereka yang tidak boleh melakukan aktivitas tentu mengalami dampak ekonomi yang sangat serius.

    Bagi para pekerja sektor informal dan para penguasa selama diberlakukan PSBB tentu mengalami penurunan pendapatan yang sangat dratis. Apalagi bagi mereka yang tidak mempunyai tabungan tentu akan mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sedang bagi para pengusaha, dengan larangan melakukan kegiatan usahanya tentu mengalami kerugian yang tidak sedikit. Berhentinya aktivitas perdagangan ini tentu juga akan berdampak kepada penurunan pendapatan negara, karena jumlah pendapatan di sektor pajak sudah dipastikan akan menurun.

    Kita dihadapkan pada suatu dilema, antara kemanusiaan dengan ekonomi. Kebijakan untuk melindungi rakyat dari kematian akibat terpapar covid-19 membawa dampak kepada penurunan pendapatan masyarakat maupu negara. Sementara kebijakan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi akan berdampak kepada peningkatan jumlah warga yang terpapar covid 19, yang bisa menimbulkan kematian dalam jumlah yang besar. Sampai hari ini (tanggal 15 Juni 2020) jumlah yang meninggal karena covid-19 di Indonesia sudah mencampai 2.198 orang (Kompas.com).

    Di sisi lain, kebijakan PSBB telah menimbulkan kejenuhan, karena selama kurang lebih tiga bulan mereka harus mengurung diri di dalam rumah. Bahkan mereka harus merelakan tidak mudik pada saat hari raya idul fitri 1441 H, karena Pemerintah mengambil kebijakan larangan untuk mudik. Padahal bagi bangsa Indoesia, hari raya idul fitri merupakan momen untuk silaturahmi dengan keluarga besar di kampung halaman. Momen yang hanya terjadi satu tahun sekali tersebut harus dikesampingkan, demi mencegah penularan covid-19. 

    Ada pelajaraan yang bisa kita ambil dari pandemik covid-19. Pertama, covid-19 menyadarkan kepada kita bahwa ada kuasa Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Allahlah yang Maha Kuasa atas segala makhluknya. Wabah covid-19 juga menegaskan bahwa jika Allah telah berkehendak, maka tidak ada manusia yang bisa menolak atau melawan. Covid 19 jelas bukan buatan manusia. Hal ini terbukti bahwa covid-19 menyerang setiap orang di seluruh dunia, tidak mengenal negara, bangsa, usia dan jenis kelamin. Semua orang bisa terpapar, tanpa peduli apa agamanya, sehingga tidak ada klaim bahwa agama bisa membebaskan dari wabah ini.

    Sampai sekarang covid-19 masih belum bisa diatasi. Penularannya juga terus berjalan, tanpa bisa diketahui secara pasti bagaimana prosesnya. Para ilmuwan juga belum dapat menemukan obatnya. Berbagai upaya terus dilakukan, namun belum menghasilkan obat atau vaksin yang tepat. Karena menurut para ahli epidemologi, virus covid-19 terus bermutasi sesuai dengan kondisi tempat yang menjadi induk semangnya.

    Covid-19 juga menegaskan bahwa manusia adalah makhluk yang lemah, yang tidak berdaya jika berhadapan dengan kuasa Allah. Manusia hanyalah makhluk kecil ciptaan Allah seperti makhluk lainnya. Sebagai makhluk ciptaan Allah, manusia tidak mampu membebaskan diri dari hukum alam yaitu ketidakabadian (kematian). Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah, bahwa semua yang hidup pasti akan mengalami mati. Manusia tidak akan bisa lari atau menghindar dari kematian, ketika Allah sudah menghendaki. Kematian bisa datang kapan saja, tanpa melihat usia. Ilmu, teknologi dan kekayaan tidak akan mampu membebaskan manusia dari kematian.

    Pelajaran ketiga yang bisa diambil dari pandemik covid-19 adalah agar manusia tidak sombong dan egois. Sebagai makhluk yang lemah, tidak sepantasnya manusia menyombongkan diri. Kesombongan adalah sesuatu yang tidak disukai oleh Allah, karena hanya Allahlah yang boleh sombong. Bahkan manusia tidak boleh egois, karena kodratnya adalah makhluk sosial, yang membutuhkan kehadiran orang lain dalam hidupnya.
Perbedaan pangkat, jabatan, kekayaan dan status sosial di masyarakat tidak akan memebaskan sesorang dari kodratnya sebagai makhluk sosial. Apapun jabatan, pangkat, dan berapa besar kekayaan, serta tingginya status sosial seseorang, dia tetap membutuhkan bantuan orang lain. Paling tidak pada saat meninggal dunia, siapapun pasti membutuhkan bantuan orang lain untuk memakamkannya. Oleh karena itu, kesombongan dan egoisme harus dihindarkan, karena sikap tersebut tidak akan bisa menolong kita dalam menghadapi wabah covid-19 ini.

    Pelajaran ke empat yang bisa kita ambil dari pandemik covid-19 adalah kesamaan dan kesederajatan. Perbedaan suku, agama, budaya, warna kulit adalah sesuatu yang kodrati. Artinya semua itu bukan kehendak manusia, tetapi kehendak Allah. Kita harus sadar bahwa tidak ada seorangpun yang bisa memilih untuk dilahirkan dari seorang ibu tertentu, suku tertentu bahkan agama tertentu. Semua terjadi tanpa bisa kita kehendaki. Sebagaimana yang dikemukan oleh Jaspers, filsuf eksistensialisme bahwa keberadaan manusia di dunia bagaikan terlempar, karena bukan atas kehendaknya sendiri. Meskipun demikian, setiap orang harus mempertanggungjawabkan keberadaannya, baik kepada Tuhan Yang Maha Esa, maupun terhadap sesama (sosial). Oleh karena itu, kita harus menempatkan kesamaan dan kesederajatan diantara kita.

Di mata Allah semua manusia adalah sama, yang mebedakan hanyalah ketaqwaannya. Allah tidak mebedakan manusia dari warna kulit, suku, tetapi dari kepatuhan seseorang untuk menjalankan perintah dan meninggalkan laranganNya. Oleh karena itu, sikap diskriminasi terhadap perbedaan harus kita hindari. Kita tidak tahu siapa yang paling mulia dihadapan Allah. Kita juga tidak tahu siapa yang paling benar dalam menjalankan perintahNya. Kita hanya bisa berusaha untuk mencari ridhoNya.

    Covid-19 juga mengajarkan kita untuk saling tolong-menolong, karena kita tidak bisa menghadapi wabah ini sendirian. Kita tidak tahu secara pasti, siapa yang terpapar dan tidak terpapar, karena ada orang yang tanpa gejala (OTG), meskipun dia terpapar.

    Kegagalan PSBB mencegah penyebaran covid diantaranya disebabkan kurangnya sikap saling tolog-menolog, saling memberi (gotong-royong). Bagi mereka yang tidak berdaya secara ekonomi, akan dihadapkan pada pilihan antara mati kelaparan atau berkerja dengan resiko terpapar covid. Sudah tentu mereka akan memilih bekerja meskipun melanggar aturan PSBB maupun protokol kesehatan. Bagi yang kurang mampu secara ekonomi memiliki prinsip lebih baik mati karena covid daripada mati karena kelaparan.

    Dalam menghadapi covid-19 dibutuhkan kerjasama semua pihak, terutama diantara kita. Mereka yang memiliki kelebihan ekonomi membantu mereka yang mengalami kesulitan ekonomi. Sebagaimana yang diajarkan oleh covid-19 bahwa kekayaan tidak akan bisa membebaskan kita dari kemungkinan terpapar. Oleh karena itu, pandemik covid ini memberi kesempatan setiap orang untuk mencari pahala dengan memberikan sebagian harta kekayaan kepada mereka yang kurang beruntung secara ekonomi. Sedangkan mereka yang tidak memiliki kelebihan ekonomi, membantu untuk menjaga diri agar tidak menyebarkan covid. Paling tidak mereka bisa memberi bantuan doa, agar kita semua bisa terhindar dari wabah ini.

    Pelajaran ke enam yang bisa kita ambil dari covid-19 ini adalah berpikir. Kita semua ditantang untuk mencari solusi bagaimana mengatasi dampak covid-19. Para ilmuwan ditantang untuk mencari obat atau vaksin, untuk mencegah kematian yang disebabkan oleh covid-19. Mereka juga ditantang untuk mengembangkan teknologi untuk membantu mengatasi penderitaan bagi mereka yang terpapar covid 19. Bahkan para ilmuwan sosial juga ditantang untuk memikirkan bagaimana merencanakan tata kehidupan dalam era covid.

    Fenomena covid-19 tidak terlepas dari hukum alam (hukum sebab akibat). Segala fenomena yang terjadi di alam semesta tentu terkait dengan fenomena lainnya, karena alam semesta merupakan ekosistem. Setiap unsur di dalamnya atau fenomana, pasti memiliki kaitan dengan unsur yang lain. Protokol kesehatan yang dianjurkan oleh WHO merupakan hasil pemikiran scientific. Mengapa orang dianjurkan untuk cuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak secara fisik, karena penyebaran covid melalui dropled.

    Allah sebenarnya telah memerintahkan manusia untuk berpikir dan mengambil pelajaran dari kejadian yang ada. Perintah berpikir itu banyak kita temui dalam Al Quran. Tetapi saat ini mungkin pikiran manusia sudah menyimpang jauh dari apa yang dikehendaki oleh Allah. Saat ini mungkin lebih banyak orang yang menggunakan pikiran untuk membenarkan sikap dan tindakannya. Kita mungkin lebih banyak menggunakan pikiran untuk kepentingan duniawi. Kita mungkin lebih banyak menggunakan pikiran untuk menafsirkan ayat-ayat Allah untuk kepentingan pribadi, kelompok atau golongan. Bukankah perintah berpikir itu untuk memahami perintah dan larangan Allah, memahami ke-Esa-an dan kebesaran Allah?. Ini berarti bahwa berpikir diperintahkan adalah untuk memperkuat keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT.

    Allah telah berfirman, akan meninggikan orang-orang yang beriman dan berilmu beberapa derajat (Surat Al Mujadilah: 11). Keimanan kita juga harus didasarkan pemikiran yang cerdas dan sehat. Tanpa pemikiran yang ilmiah kita akan terjebak pada politeisme, yang mudah mensekutukan Allah dengan yang lain. Namun pemikiran yang tidak dipandu oleh keimanan juga akan membawa kita kepada kesombongan dan egoisme.

    Covid 19 mengajarkan kita untuk kembali merenung (berpikir yang mendalam, mendasar, dan menyeluruh) mengenai hakikat manusia dan kehidupan. Manusia adalah makhluk Allah yang lemah, yang tidak pantas untuk menyombongkan diri, karena kita tidak tahu siapa yang paling mulia dihadapan Allah, hanya Allah yang tahu. Bukanya kehidupan di dunia adalah ujian atau seleksi bagi setiap orang untuk kembali ke surga?. Kehidupan di dunia merupakan sarana mencari bekal untuk menghadap Allah SWT. Oleh karena itu, kita harus saling tolong-menolong dan memberikan sebagian harta dan kekayaan yang kita miliki kepada orang yang membutuhkan, karena harta dan kekayaan tidak mampu membebaskan kita dari kematian.

Surabaya, 15 Juni 2020.

Posting Komentar

0 Komentar