APENSO INDONESIA

header ads

MEMAKNAI MASKER DI BALIK PANDEMIK COVID-19

MEMAKNAI MASKER DI BALIK PANDEMIK COVID-19


Oleh : Warsono
Guru Besar & Mantan Rektor UNESA
(Universitas Negeri Surabaya)

    Setelah ada pandemik covid-19 tampak ada perubahan dalam perilaku masyarakat berupa kebiasaan memakai masker, apalagi ketika berada di tempat umum. Meskipun masih ada juga orang yang kurang peduli akan pentingnya menggunakan masker. Ketidakpedulian dari sebagian orang inilah yang menjadi salah satu penyebab penyebaran covid-19 masih terus berlangsung.

    Perubahan perilaku memang tidak mudah, tetapi bisa terjadi jika ada kesadaran dari dalam diri sendiri atau ada kekuatan eksternal yang memaksa. Dalam prakteknya, perubahan perilaku lebih banyak terjadi karena dipaksa oleh struktur (misal peraturan). Pada saat pemerintah menganjurkan para pengendara kendaraan bermotor memakai helm, banyak orang yang tidak peduli. Tetapi begitu diberlakukan undang-undang yang mewajibkan setiap pengendara kendaraan bermotor memakai helm, meskipun dengan terpaksa orang memakainya, karena takut kena tilang dan dikenakan denda.

    Meskipun pada awalnya mereka terpaksa, sekarang memakai helm pada saat berkendaraan sepeda motor sudah menjadi kebiasaan. Apalagi bagi mereka yang memiliki pengetahuan bahwa memakai helm itu sebenarnya untuk melindungi diri dari cedera yang fatal, jika terjadi kecelakaan. Pengetahuan tersebut kemudian menumbuhkan kesadaran dalam berperilaku. Perubahan yang disebabkan oleh kesadaran memang membutuhkan waktu yang lama dan tidak bisa bersifat masif. Meskipun demikian kesadaran untuk berubah harus terus disosialisasikan, karena jika tidak berubah, kita akan dilindas oleh perubahan itu sendiri.

    Pandemik covid-19 mengharuskan orang untuk berubah dengan pola-pola hidup baru, yang kemudian dikenal dengan new normal. Orang harus beradabtasi dengan tatanan hidup yang didasarkan pada protokol kesehatan, yang diantaranya adalah dengan menjaga jarak secara fisik dan memelihara hidup bersih. Di samping itu, orang juga harus mampu dan terbiasa menggunakan teknologi dalam beraktivias dan berinteraksi. 

    Pembiasaan menggunakan masker di ruang publik tampaknya juga perlu dimulai dengan pemaksaan. Kebiasaan memakai masker dalam aktivias sehari-hari bisa mengurangi penyebaran covid-19 dan penularan penyakit kepada orang lain. Hal ini disebabkan salah satu penyebab penularan dan penyebaran covid-19 adalah melalui dropled yang keluar saat orang berbicara. Mereka yang sudah terpapar jika berbicara akan menyebarkan virus kepada orang lain, yang menyebakan orang menjadi sakit, terutama mereka yang daya tahan tubuhnya lemah. Semakin orang tersebut banyak berbicara, akan semakin banyak virus yang ditularkan kepada banyak orang.

    Secara simbolis, pemakaian masker bisa dimaknai agar orang tidak terlalu banyak bicara, apalagi membicarakan hal-hal yang tidak baik mengenai orang lain. Kebiasaan ngrumpi dan ngobrol masih banyak terjadi di masyarakat kita. Kebiasaan cangkrukan di warung kopi merupakan fenomena yang sedang marak saat ini. Warung kopi bukan hanya sebagai tempat menjual dan membeli kopi, tetapi juga menjadi ruang publik yang memungkinakan munculnya berbagai wacara (pembicaraan). Tujuan mereka datang ke warung kopi seringkali bukan sekedar untuk ngopi, tetapi ada motivasi lain yang lebih besar dari sekedar minum kopi. Sudah banyak penelitian tentang fenomena warung kopi yang diantaranya dilakukan oleh Drajat Kartono.

    Banyak bicara memang tidak selalu membawa kebaikan, apalagi jika pembicaraan itu mengandung fitnah, bersifat SARA, atau tidak didasarkan kepada kebenaran. Di era demokrasi yang memberi kebebasan untuk menyampaikan pendapat, seringkali menimbulkan masalah sosial. Di era teknologi orang tidak berbicara secara tatap muka, mereka bisa menggunakan berbagai sarana komunikasi seperta wa, facebook, Instagram, twitter. Meskipun demikian isi pembicaraan tersebut bisa menjadi sumber konflik sosial maupun politik, yang bisa mengarah kepada perpecahan persatuan dan kesatuan. Masyarakat yang belum cerdas dalam mengelola informasi, mudah diadu domba oleh pernyataan-pernyataan provokatif yang sengaja dibuat untuk memecah belah bangsa.

    Dalam menghadapi covid-19, masyarakat juga sering dibingungkan oleh pernyataan para pejabat yang bertentangan satu dengan lainnya. Bahkan konflik wacana antara para elit maupun para pejabat sering terjadi. Masing-masing berambisi untuk menjadi “sumber kebenaran” dengan menyalahkan yang lain. Paradigma berpikir secara diagonalistik, yang menganggap bahwa untuk mempertahankan kebenaran pendapatnya dengan menyalahkan pendapat yang berbeda masih mejadi kebiasaan di masyarakat kita, termasuk para elit dan pejabat. Para elit dan pejabat seringkali kurang mampu menahan diri untuk tidak membuat pernyataan yang tidak penting dan perlu. Seharusnya para elit dan pejabat lebih baik sedikit berbicara tetapi banyak mendengar dan bekerja, dari pada banyak berbicara tetapi sedikit bekerja. Pameo silen is gold tampaknya cocok dalam menghadapi situasi krisis seperti saat ini.

    Merubah perilaku memang tidak mudah, karena berkaitan dengan pengetahuan dan kepercayaan setiap orang. Perilaku seseorang dibimbing oleh pengetauan dan kepercayaan. Kepercayaan seseorang tidak lepas dari pengetahuan dan cara berpikir mereka. Orang yang percaya bahwa Jahe bisa meningkatkan imun, yang bisa menolak covid-19, dan ia tidak ingin terpapar covid-19, maka ia akan minum wedang Jahe setiap hari. Terlepas apakah yang dipercayai itu benar atau salah, dan apakah kepercayaannya tersebut juga didasarkan kepada pengetahuan yang sudah teruji secara ilmiah.

    Pandemik covid-19 diharapkan bisa menjadi sarana perubahan perilaku masyarakat, bukan hanya terbatas pada kebiasaan menggunakan masker pada saat di ruang publik, tetapi juga perubahan dari budaya lisan ke budaya literasi. Kebiasaan untuk berbicara yang negatif dan tidak bermanfaat diubah menjadi berbicara hal-hal yang positif dan bermafaat. Kebiasaan ngrumpi diubah menjadi berdiskusi untuk mencari solusi. Kebiasaan mengkritik dengan mencari kesalahan diganti dengan kebiasaan memberi solusi. Budaya ngobrol diubah menjadi budaya membaca dan menulis. Jika perubahan ini bisa terjadi akan sangat baik dan bermanfaat bagi kemajuan bangsa Indoesian ke depan.

Surabaya, 3 Juli 2020
Belajar bersyukur

Posting Komentar

0 Komentar