APENSO INDONESIA

header ads

KEKUATAN KARAKTER DAN MERDEKA BERPIKIR

KEKUATAN KARAKTER DAN MERDEKA BERPIKIR


Oleh : Warsono
Guru Besar & Mantan Rektor UNESA
(Universitas Negeri Surabaya)


   Pada tanggal 17 Agustus 2020, bangsa Indonesia memperingati hari kemerdekaannya yang ke-75. Jika itu dikaitkan dengan manusia, usia 75 tentu sudah masuk kategori tua. Tetapi untuk suatu negara tentu usia tersebut masih dikatakan relatif muda. Jika kita bandingkan dengan usia Amerika Serikat sebagai negara yang maju, usianya sudah ratusan tahun. Kemudian Mesir sebagai negara bangsa telah berusia ribuan tahun. Meskipun telah berusia ribuan tahun Mesir sampai saat ini juga masih belum termasuk negara yang maju. 

   Memang kemajuan suatu bangsa tidak bisa dikaitkan dengan usia. Kita bisa melihat negara yang telah berusia ribuan tahun seperti Mesir. Namun ada negara yang usianya hampir sama dengan kita sudah menjadi negara maju, seperti Singapura dan Korea Selatan. Bahkan kekayaan sumber daya alam juga tidak menjamin kemajuan suatu bangsa. Misal Brasil dan Indonesia memiliki sumber daya alam yang luar biasa, tetapi juga masih tetap termasuk kategori negara berkembang. Sementara, Jepang dan Singapura negara yang tidak memiliki sumber daya alam bisa menjadi negara maju. 

   Kemajuan suatu bangsa juga tidak ada hubungannya dengan jumlah penduduk. Sebagai contoh India yang memiliki jumlah penduduk terbesar ke dua juga masih tetap menjadi negara yang miskin. Sementara Singapura, Jepang, dan Korea Selatan dengan jumlah penduduk yang sedikit mampu menjadi negara maju. Jadi apa yang menyebabkan kemajuan suatu bangsa? 

   Fakta telah membuktikan bahwa negara-negara yang maju adalah mereka yang memiliki karakter yang kuat, diantaranya kedisiplinan, kejujuran, tanggung jawab, kerja keras, dan prestasi (achievement), serta kemampuan merespon tantangan yang berbasis pada intelektual. Arnold Toynbee seorang filsuf dan sekaligus sejarawan Inggris menyatakan bahwa kebudayaan merupakan hasil respond and challenge. Dalam arti kemajuan suatu bangsa tergantung kepada kemampuan bangsa tersebut dalam merespon tantangan yang ada. 

   Bangsa Eropa menjadi maju karena dihadapkan kepada tantangan alam yang berupa empat musim. Dengan empat musim mereka harus bekerja keras untuk bisa bertahan hidup, terutama pada saat musim dingin, sehingga bisa dikatakan bahwa mereka bekerja 125% karena bekerja sembilan bulan untuk memenuhi kebutuhan hidup selama 12 bulan. Bangsa Jepang menjadi maju karena memiliki tantangan alam yang lebih berat, selain empat musim mereka juga dihadapkan pada gempa bumi yang bisa terjadi hampir setiap minggu. Tantangan alam tersebut mendorong mereka untuk mengembangkan kreatifitas (berpikir) agar bisa mengatasi dan survive

   Lain dengan Korea Selatan, yang bisa maju karena menciptakan tantangan sendiri, yaitu agar bisa mengalahkan Jepang. Mereka merasa terhina karena pernah dijajah Jepang, sehingga menciptakan tantangan untuk bisa mengalahkan Jepang. Dalam hal teknologi komunikasi Korea Selatan telah mengalahkan Jepang. TV dan HP merk Samsung telah menenggelamkan merk Sony produk Jepang. Begitu juga dalam hal otomotif, Korea Selatan terus bersaing dengan Jepang. 

   Bagaimana dengan bangsa Indonesia?. Bangsa Indonesia dikarunia sumber daya alam yang melimpah. Tanah yang subur, bahan tambang yang hampir semua ada, mulai dari besi, batubara, tembaga, nikel, dan emas. Indonesia juga dikarunia hutan yang bisa menghasilkan kayu sebagai bahan baku industri. Koes Plus sampai menggambarkan kesuburan Indonesia bagaikan tanah surga, tongkat kayu dan batu bisa menjadi tanaman. Lautnya bagaikan kolam susu yang menyediakan ikan dan udang melimpah ruah. 

   Kekayaan alam tersebut ternyata justru meninabubukkan kita, karena hampir tidak ada tantangan untuk hidup. Jika hanya sekedar untuk hidup, seakan bangsa Indonesia sudah tidak perlu bekerja, karena semua sudah disediakan oleh alam dengan tanah yang subur dan hutan yang lebat. Itulah era agraris yang menempatkan tanah sebagai modal. 

   Tetapi begitu bangsa Eropa menciptakan teknologi sebagai upaya untuk mengatasi tantangan alam yang melahirkan revolusi industri. Revolusi industri telah melahirkan kolonialisme. Bangsa Eropa dengan bermodalkan teknologi (sebagai hasil pemikiran) melakukan ekspansi ke seluruh dunia, termasuk ke Indonesia. Bangsa Indonesia yang tidak memiliki teknologi dengan mudah jatuh menjadi koloni Belanda.

   Penjajah bukan hanya mengambil kekayaan alam tetapi sekaligus juga “membodohkan” kita. Penjajah tidak memberi kesempatan kita untuk mengembangkan pendidikan (sekolah), bahkan para pribumi dilarang untuk sekolah. Ketika ada pribumi yang boleh sekolah tetap dibedakan dengan mereka (penjajah). Kalau toh ada sekolah untuk pribumi oleh Penjajah bukan dimaksudkan agar pribumi menjadi cerdas, tetapi hanya sekedar untuk mencari tenaga kerja yang murah sebagai juru tulis atau mandor perkebunan.

   Selama kolonialisme bangsa Indonesia telah kehilangan waktu hampir tiga setengah abad untuk mempersiapkan diri menghadapi perubahan dan tantangan baru. Sudah saatnya bangsa Indonesia harus bangkit mengejar ketinggalan tersebut dengan memerdekakan pikiran. Pikiran tidak boleh dikurung atau terkurung, tetapi harus dilepas secara bebas untuk berimajinasi dan berkreasi. 

   Sekolah dan para guru jangan hanya mentransfer pengetahuan atau ilmu, karena pengetahuan dengan mudah dicari di Mbah Google. Sementara, ilmu dan teori-teori pada saatnya akan usang (ketinggalan). Apa yang benar sekarang sepuluh atau dua puluh tahun ke depan belum tentu benar. Ilmu dan teori juga bukan kebenaran mutlak dan tunggal, tetapi hanyalah salah satu sisi kebenaran. Oleh karena itu, jangan memutlakkan teori, tetapi justru jadikan teori sebagai tantangan untuk dibuktikan salahnya. 

   Ilmu dan teori merupakan hasil pemikiran manusia. Oleh karena itu, pendidikan harus memerdekakan (membebaskan) pikiran untuk terus bertanya, berkreatifitas, dan berinovasi. Ajarkan kepada peserta didik untuk menjadi pembelajar yang terus bertanya, karena bertanya merupakan awal dari berpikir dan awal dari lahirnya penemuan. Jika tidak ada pertanyaan, tidak akan ada temuan (inovasi). Bayangkan seandainya dahulu Newton tidak pernah bertanya mengapa apel jatuh ke bawah?. Mungkin tidak ada pesawat terbang.

   Semoga konsep merdeka belajar yang dicanangkan oleh Mendikbud Nadiem Makarim, benar-benar memerdekakan pikiran peserta didik, sehingga mereka bisa bebas berpikir (bertanya), tanpa dihantui oleh rasa takut. Peserta didik harus dibebaskan dari rasa takut untuk bertanya dan berpendapat salah. Bebaskan anak untuk berpikir dan berpendapat tanpa harus dihantui oleh rasa takut agar bisa melahirkan inovasi. Karena bertanya merupakan merupakan awal dari penemuan, seperti yang dilakukan oleh Isaac Newton, dan pendapat yang salah akan mendorong orang lain mencari yang benar.

   Para guru tidak perlu takut atas pertanyaan kritis dari peserta didik. Jangan belenggu kekritisan peserta didik dengan pameo bahwa bertanya itu bodoh, hanya karena kita tidak bisa menjawab pertanyaan mereka. Anak yang bertanya itu adalah anak pandai dan tanda bahwa anak itu berpikir. Tugas guru adalah mendorong dan mengarahkan kekritisan peserta didik terhadap pencarian solusi atas berbagai masalah bangsa dan bagaimana mempersiapkan menghadapi perubahan.

------

Posting Komentar

0 Komentar