PENTINGNYA MEMBANGUN BUDAYA SEKOLAH
Oleh : Warsono
Guru Besar & Mantan Rektor UNESA
(Universitas Negeri Surabaya)
Setiap awal tahun ajaran baru para orang tua disibukkan untuk mencarikan sekolah anaknya. Mereka berlomba agar anaknya bisa diterima di sekolah yang dianggap bermutu. Bahkan sebagai orang tua merasa sangat kecewa ketika anaknya tidak diterima di sekolah yang di inginkan. Meskipun tidak semuanya memahami bahwa mutu sekolah tidak lepas dari budaya yang dibangun oleh sekolah tersebut.
Selama ini yang dijadikan indikator mutu sekolah oleh masyarakat adalah lulusan dari sekolah tersebut. Setelah lulus dari sekolah tersebut mereka bisa melanjutkan ke sekolah mana, atau diterima di fakultas apa dan perguruan tinggi mana? Terus alumni dari sekolah tersebut banyak yang menjadi apa atau menjabat di mana?
Penelusuran data alumni tersebut yang biasanya dipakai sebagai indikator mutu dari sekolah. Cara pandang tersebut memang tidak sepenuhnya salah, karena output dan outcome memang menjadi indikator untuk menilai keberhasilan atau mutu dari sekolah. Tentu sekolah yang mampu menghasilkan lulusan yang mampu berkontribusi dalam pembangunan dan bermanfaat bagi bangsa dan negara adalah sekolah yang sangat diharapkan, bukan saja oleh orang tua tetapi juga negara. Oleh karena itu, negara juga terus mendorong agar sekolah mampu meningkatkan mutunya.
Namun mutu lulusan tidak bisa lepas dari budaya yang dibangun di sekolah tersebut. Jika kita lihat dengan teori proses, ada korelasi antara input, proses dan output maupun outcome. Input yang baik dan proses yang baik tentu akan menghasilkan output dan outcome yang baik pula. Begitu juga sebaliknya, input yang buruk dan proses yang buruk sulit diharapkan bisa menghasilkan output dan outcome yang baik. Dalam teori tersebut proses sangat menentukan mutu lulusan.
Dalam proses, selain ada sarana prasarana, dan sumber daya manusia (guru) ada satu hal yang tidak dilihat oleh masyarakat yaitu budaya sekolah. Budaya sekolah tidak kalah penting dibanding dengan kualitas guru dan ketersediaan sarana prasarana dalam menentukan mutu lulusan. Budaya sekolah berkaitan dengan ethos yang dibangun oleh sekolah tersebut, yang kemudian mampu menumbuhkan daya juang dari para peserta didik.
Kita bisa melihat para pendiri negara dulu adalah hasil didikan dari sekolah-sekolah yang bisa dikatakan minim sarana dan prasarana. Begitu juga generasi baby boomer yang lahir pada pasca kemerdekaan adalah produk dari sekolah yang tidak didukung dengan sarana prasarana yang bagus. Atau generasi X yang lahir sekitar tahun 1960-an yang melanjutkan estafet kepemimpinan para pendiri negara dan generasi baby boomer juga produk dari sekolah yang dari segi sarana prasarana dan kualitas guru yang bisa dikatakan tidak memenuhi standar yang ditetapkan sekarang. Sarana prasarana yang dimiliki sekolah hanya ala kadarnya. Bahkan masih ada sekolah-sekolah yang bangunan temboknya hanya separuh.
Tingkat pendidikan guru-guru pada waktu itu juga tidak setinggi era sekarang. Mereka rata-rata hanya berpendidikan satu tingkat lebih tinggi dari yang di didik. Guru SD hanya dari lulusan SPG. Guru SMP hanya dari lulusan PGSLP, guru SMA pada umumnya hanyalah lulusan sarjana muda. Namun mereka mampu melahirkan lulusan yang berkualitas secara intelektual maupun moral.
Kualitas lulusan bukan hanya ditentukan oleh sarana prasarana dan tingkat pendidikan guru, tetapi lebih ditentukan oleh budaya yang dibangun oleh lembaga sekolah tersebut. Nilai-nilai apa yang disepakati bersama dan kemudian diimplementasikan dalam kehidupan sekolah merupakan “kurikulum” tersembunyi yang mempengaruhi mutu lulusan. Nilai-nilai yang dijunjung tinggi dan kebiasaan yang dilakukan di sekolah akan membentuk pribadi para peserta didik. Apa yang dibiasakan di sekolah akan menjadi karakter yang terus dibawa sampai setelah mereka lulus dari sekolah.
Pada awal kemerdekaan, sekolah merupakan “kawah candradimuka” sebagai tempat mempersiapkan peserta didik untuk mengemban tugas di masa depan. Rasa tanggung jawab terhadap masa depan bangsa dan negaranya terus ditanamkan ke peserta didik. Sehingga secara moral mereka harus siap mengambil peran untuk kemajuan bangsa dan negara.
Tangung jawab tersebut yang kemudian menjadi motivator bagi setiap peserta didik sehingga menjadi pembelajar yang hebat. Pada tahun 1960 ada nyanyian yang isi liriknya antara lain :.. yoo ben aku kuru ora mergo kurang pangan. Sinau pikiran besok gede maju perang.. (biar saya kurus bukan karena kekurangan makan, tetapi karena giat belajar biar nanti jika besar bisa membela negara). Nyanyian tersebut menjadi pemompa semangat setiap peserta didik terus giat belajar. Oleh karena itu, mereka terus bekerja keras dan mengembangkan kreatifitasnya, meskipun tidak didukung dengan sarana prasarana yang memadai.
Semangat dan keikhlasan para guru dalam menjalankan tugas juga merupakan budaya sekolah. Mereka bekerja tanpa pamrih yang bersifat pribadi. Mereka mendidik dengan ikhlas, penuh tanggung jawab, disiplin dan kasih sayang. Mereka juga bisa menjadi teladan bagi para muridnya. Sehingga guru sangat dihormati masyarakat dan disegani oleh murid-muridnya. Keikhlasan, kasih sayang, dan keteladanan para guru merupakan bagian dari nilai-nilai yang tertanam kuat pada setiap pribadi guru. Sampai muncul sebutan bahwa guru adalah orang yang digugu dan ditiru serta pahlawan tanpa tanda jasa.
Sekolah juga menanamkan moral kepada para peserta didik bahwa ilmu yang dimiliki bukan hanya sekedar untuk kepetingan dirinya sendiri, tetapi yang lebih utama adalah untuk kemaslahatan. Sehingga ada wacana : pintere ojo dinggo minteri (ilmu atau kepandaian yang dimiliki jangan digunakan untuk merugikan atau menyengsarakan orang lain). Mereka juga dididik untuk menjadi calon-calon pemimpin yang harus bisa menjadi teladan dan memberi solusi atas permasalahan bangsa dan negara. Jiwa kepemimpinan tersebut diteladankan oleh para guru dan kepala sekolah.
Budaya sekolah menjadi sangat penting, karena merupakan sarana pembentukan karakter sebagai pelengkap ilmu yang diberikan kepada para peserta didik. Karakter dan intelektualitas tersebut yang akan menjadi modal dalam menghadapi berbagai tantangan di masa depan. Kiranya, sekolah-sekolah yang mampu membangun budaya seperti : tanggung jawab kepada bangsa dan negara, kedisiplinan, kasih sayang, keikhlasan, kreativitas, kerja keras, dan penghormatan kepada orang lain, yang akan mampu menghantarkan lulusannya menjadi orang-orang yang berguna bagi bangsa dan negara. Nilai-nilai tersebut bukan hanya sekedar diwacanakan, tetapi harus benar-benar dipahami dan dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari di sekolah. Semoga !!!
Surabaya, 29 Agustus 2020
0 Komentar