APENSO INDONESIA

header ads

BOS BUKAN UANG MELIMPAH

BOS BUKAN UANG MELIMPAH

Oleh: Gempur Santoso


Bos. Siapa bos itu?

Teman saya dulu guru sekarang pun guru. Guru yang belum diangkat menjadi aparatur sipil negara (ASN). Tanggungjawabnya sama dengan guru ASN. Berbeda gajinya atau pendapatannya. 

Saat bencana pandemi coronavirus ini. Dia nyambi (bekerja sampingan) membuka kuliner. Jualan. Itu terkait pendapatan.

Setiap pembeli yang ke tempatnya disebut "bos". Saat pembeli akan pulang, penjual mengatakan "terima kasih bosku". Sambil pembeli di foto, terus diunggah di WA (whatsapp). Senang menyenangkan semua. Jadi, pembeli itu "bos".

Teman saya itu juga bos "ilmu" "pengetahuan" bagi muridnya. Menjadi suri tauladan muridnya. Dia guru.

Hampir semua orang punya bos. Juga hampir semua orang pernah jadi bos. 

Sopir ke yang di sopiri (majikan). Majikannya disebut bos. Sang sopir pria pun "bos" di keluarganya.

Pedagang eceran punya bos pedagang agen. Saya sering dengar "bos..saya akan tanya dulu ke bos, harganya berubah atau tidak". Itu berarti harga saat ini tidak sama dengan dengan ke depan. Turun atau naik. Tergantung harga stok kulakaan nanti. Kulak ke bos (agen). Pembeli (yang kulak) juga disebut "bos".

Bosnya agen, siapa? Ya.... agen kulak kemana? Mungkin pabrik atau pemegang merk. Pemegang hak jual produk pabrik.

Terus, bos itu siapa?

Melihat penjual kuliner di atas. Semua pembeli adalah bos. Walau kekayaan pembeli (bos) belum tentu lebih besar daripada penjual. 

Begitu pula, agen (bos) nya pengecer. Walau kekayaan agen belum tentu lebih kaya pengecer. Jadi "bos" tidak tergantung dari kekayaan, sugih (kaya) atau mlarat (tidak kaya).

Semua bapak di rumah tangga adalah "bos", pemimpin rumah tangga. Walau penghasilan lebih besar istrinya. Atau semua warisan dari istrinya. Jelas "bos" tidak mesti yang punya. Bisa juga suami punya pendapatan atau kekayaan lebih besar. Yang penting rukun, hidup kebersamaan.

Berarti, jadi "bos" itu setidaknya punya tiga kemampuan : bisa memimpin, bisa penentu, bisa "pelindung" melindungi anggotanya. Bisa melindungi keberlangsungan kehidupan anggota.

Terus, bosnya rakyat se-desa ya Kepala Desa/Lurah. Se-RT bosnya ya pak/bu RT. Bosnya rakyat se-kabupaten ya Bupati. Bosnya rakyat se-provinsi ya Gubernur. Bosnya rakyat se-negara ya Presiden. Lha bosnya presiden ada atau tidak? Ya tidak tahu....kayaknya tidak ada. Tanya saja ke presiden saja.

Bosnya pabrik saja yakni penyedia bahan baku, kulak bahan baku. Pabrik punya juga "bos".

Saat ini, beberapa wilayah akan pemilihan "bos", pemimpin. Ada pilkades (pilihan kepala desa). Pilkada (pemilihan kepala daerah atau pilbub (pemilihan bupati) atau pilwali (pemilihan wali kota). Pilih "bos" yang bagaimana?

Memilih "bos" setidaknya ya memiliki tiga kemampuan : orang bisa mimpin, penentu yang bijaksana, dan melindungi kelangsungan hidup anggotanya yakni rakyat. 

Jangan pilih bos ahli "pencuri" (maling/koruptor) ya, kalau sungguh jadi bos bisa - bisa kita rakyat akan dicuri.

Salam sehat selalu semua...aamiin yra.

(GeSa)

-------

Dimuat juga di koran Swaranews 8/9/2020









Posting Komentar

0 Komentar