APENSO INDONESIA

header ads

MANUSIA, BINATANG, DAN PENDIDIKAN

MANUSIA, BINATANG, DAN PENDIDIKAN


Oleh : Warsono
Guru Besar & Mantan Rektor UNESA
(Universitas Negeri Surabaya)


   Kita semua menyatakan diri sebagai manusia. Hampir tidak ada orang yang mau disebut binatang?. Padahal Darwin berhipotesis bahwa manusia merupakan evolusi dari kera. Aristoteles pun berpendapat bahwa manusia adalah binatang yang berakal budi (man is animal rational). Dalam dunia ilmu, manusia juga tidak di kelompok dengan binatang. Binatang termasuk ke dalam kelompok ilmu alam. Sedangkan manusia termasuk ke dalam kelompok ilmu sosial. Kalau toh manusia juga dipelajari dalam ilmu kedokteran yang termasuk kelompok ilmu alam, namun manusia hanya dilihat sebagai suatu organisme hidup. Manusia hanya dilihat sebagai makhluk hidup yang sama dengan binatang dan tumbuhan, yang sama-sama memiliki ciri bisa bergerak.

   Memang antara manusia dan binatang ada persamaan tetapi juga memiliki perbedaan. Seperti hukum alam, bahwa di dunia ini ada persamaan tetapi juga ada perbedaan. Lalu apa yang membedakan antara manusia dengan binatang?. Biasanya binatang bergerak karena insting (naluri) untuk mempertahankan hidup. Sedangkan gerakan manusia lebih didominasi oleh gerakan yang bermakna (manusiawi) daripada naluri. Sebagai contoh, gerakan mengedip-edipkan mata karena kelilipan merupakan naluri. Tetapi jika kedipan mata itu dilakukan dihadapan sang pacar, merupakan gerakan manusiawi. Gerakan tersebut memiliki makna yang hanya diketahui oleh mereka berdua. 

   Di sisi lain, binatang patuh sepenuhnya kepada hukum alam. Sedangkan manusia dengan kemampuannya berpikir, berusaha untuk tidak patuh kepada hukum alam. Ambil contoh, dalam aktivitas sek, binatang hanya memenuhi naluri untuk melangsungkan keturunan. Sehingga ada musim kawin bagi binatang. Sedangkan manusia hubungan sek bukan hanya sekedar untuk melanjutkan keturunan. Bahkan seringkali orang berusaha menghindari terjadinya kehamilan ketika melakukan hubungan sek dengan menggunakan alat kontrasepsi. Bagi manusia hubungan sek juga dipandang sebagai rekreasi. Oleh karena itu, tidak ada musim kawin bagi manusia. Orang bisa saja melakukan hubungan sek kapan saja sesuai keinginannya.
 
   Selain akal, manusia juga memiliki kehendak bebas, yang memang diberikan oleh Allah Tuhan Yang Maha Esa, yang kemudian disebut dengan hak azasi. Kesadaran akan Hak azasi ini sejalan dengan perkembangan intelektualnya (tingkat pendidikan). Dalam masyarakat tradisional adanya hak azasi belum disadari semua orang. Tetapi dalam masyarakat modern, yang tingkat pendidikannya sudah tinggi, kesadaran adanya hak azasi lebih besar. Tuntutan terhadap hak azasi dalam masyarakat modern lebih kuat dibanding pada masyarakat tradisional.

   Hak azasi ini berkaitan dengan sifat manusia sebagai makhluk individu. Sehingga hak azasi juga bersifat individu atau ke-aku-an, yang dalam bahasa Erick From disebut kepemilikan (be having). Ke-aku-an ini bisa menimbulkan keserakahan, baik secara ekonomi maupun politik. Korupsi merupakan salah satu wujud dari keserakahan secara ekonomi. Sedangkan otoritarian dan politik uang merupakan salah satu bentuk keserakahan secara politik. 

   Keserakahan secara politik bisa menimbulkan kesewenang-wenangan. Seperti yang dilakukan oleh Fir’un, yang menuhankan diri. Bahkan, karena ketakutan akan kehilangan kekuasaan, Fir’un membunuh setiap bayi yang lahir laki-laki. Sikap otoriter dan sewenang-wenang ini juga dilakukan oleh para pemimpin yang takut kehilangan kekuasaan. 

   Akal, kebebasan, dan ke-aku-an ini yang menyebabkan terjadinya konflik sosial maupun politik dan kerusakan lingkungan. Konflik sosial maupun politik disebabkan oleh ke-aku-an yang berlebihan. Masing-masing menempatkan diri sebagai subyek dan mengobyekkan yang lain. Dalam kehidupan manusia, konsep Aku-Engkau lebih mengedepan dari pada Kita. Bahkan untuk memenuhi kepemilikan, alam terus-menerus dieksploitasi, sehingga menimbulkan kerusakan lingkungan.  

   Akal, kebebasan, dan ke-aku-an di satu sisi merupakan keunggulan manusia dibanding dengan binatang. Namun di sisi lain, juga bisa menurunkan derajat manusia menjadi lebih rendah daripada binatang. Dalam kehidupan binatang tidak terjadi pembantaian karena konflik, seperti yang dilakukan manusia. Dalam kehidupan binatang juga tidak terjadi kerusakan lingkungan akibat dari keserakahan, karena binatang hanya mengambil sesuai dengan yang dibutuhkan.

   Akal seringkali diperalat untuk kepentingan ke-aku-an dengan mengatasnamakan kebebasan. Akal seringkali tidak dipakai untuk memahami kebenaran, tetapi digunakan untuk membenarkan ke-aku-an. Jika demikian, maka cara berpikirnya sudah tidak sehat, karena cenderung subyektif. Oleh karena itu, diperlukan pendidikan bagi manusia untuk mengubah pengetahuan, kemauan (kehendak), dan kemampuan. 

   Dalam kehidupan binatang hanya kemampuan yang bisa diubah, sehingga yang dibutuhkan hanya pelatihan, bukan pendidikan.
Pengetahuan yang harus diubah melalui pendidikan diataranya adalah pengetahuan tentang manusia itu sendiri. Rumpun ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, antropologi, politik, psikologi, dan ekonomi merupakan ilmu yang menjadikan manusia sebagai obyek kajiannya. Pendidikan ilmu sosial merupakan upaya untuk mengetahui siapa dan apa manusia. Oleh karena itu, Dick Hartoko menyatakan bahwa pendidikan pada hakikatnya adalah upaya memanusiakan manusia.

   Pendidikan sebagai upaya untuk mengangkat derajat manusia dan menempatkannya dalam posisi yang mulia. Pendidikan ditujukan untuk mengembangkan pemikiran manusia agar bisa berpikir sehat, dalam memahami dirinya sebagai manusia dengan tugas sebagai Khalifatullah fil Ardhi.

   Manusia bukan hanya sebagai makhluk individu dengan ke-aku-annya, tetapi juga sebagai makhluk sosial yang harus hidup bersama dengan orang lain dalam kesederajatan. Kebebasan manusia juga harus ditempatkan dalam keseimbangan antara hak dan kewajiban azasi. Kebebasan juga harus dipertanggungjawabkan kepada Tuhan yang memberinya. 

   Ini berarti pendidikan harus ditujukan untuk menurunkan derajat ke-aku-an dengan menempatkan secara seimbang dengan kedudukannya sebagai makhluk sosial. Ilmu-ilmu sosial diharapkan bisa berperan dalam konteks ini. Sedangkan ilmu-ilmu alam diharapkan bisa memahamkan bahwa manusia pada hakikatnya merupakan bagian dari alam, dan tidak bisa melepaskan dari hukum kausalitas, dan ketidakabadian. Sehingga manusia tidak sampai merusak alam sebagai tempat untuk menyatakan eksistensinya sebagai manusia (makhluk yang mulia).

   Pendidikan agama diharapkan mampu menyadarkan setiap orang, bahwa pada hakikatnya manusia adalah makhluk Tuhan yang harus mempertanggungjawabkan kebebasan yang dimiliki, baik di dunia maupun di akhirat. Kesadaran sebagai makhluk Tuhan yang tidak abadi, dan kerterikatannya dengan hukum sebab akibat, serta tanggungjawabnya terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diharapkan bisa mengurangi keserakahan dan kesewenang-wenangan. Sehingga tercipta suatu kedamaian dan keadilan sosial. 

   Pendidikan bukan hanya menciptakan tenaga kerja sebagai alat kapitalisme, atau hanya meningkatkan kompetensi yang bisa menimbulkan kesenjangan sosial. Tetapi yang lebih utama adalah pendidikan untuk memanusiakan manusia. Semoga !!!

Surabaya, 6 September 2020
Belajar berpikir





Posting Komentar

0 Komentar