APENSO INDONESIA

header ads

YA, TAU Dan MAU Kesiapan Pengambilan Keputusan Menikah

"YA, TAU Dan MAU Kesiapan Pengambilan Keputusan Menikah"


Oleh : H. Banu Atmoko
Apenso Indonesia



   Setiap individu pasti akan melalui tahapan-tahapan perkembangan yang dimulai semenjak lahir sampai lanjut usia atau menjelang ajal kematian. Chaplin (2011) menjelaskan perkembangan ialah perubahan yang progesif dan berhubungan satu sama lain pada mahkluk hidup dari lahir sampai mati, bertumbuh, dan perubahan integrasi dari bagian-bagian jasmaniah ke dalam bagian-bagian fungsional, serta kedewasaan atau kemunculan tingkah laku yang tidak dipelajari. 

   Salah satu tahapan perkembangan yang akan dilalui oleh individu adalah fase masa remaja. Santrock (2007) mengatakan bahwa masa remaja dimulai sekitar usia 10 sampai 13 tahun, sampai dengan di usia 18 hingga 22 tahun. Sedangkan WHO (2017) mendefinisikan remaja sebagai periode pertumbuhan dan perkembangan manusia antara masa kanak-kanak dan dewasa.

   Pada masa tersebut individu mengalami perubahan dengan kecepatan yang luar biasa dalam hal pertumbuhan dan perkembangan. Yusuf (2012) menjelaskan bahwa masa remaja ialah puncak emosionalitas dimana perkembangan emosi yang tinggi dan pertumbuhan fisik, terutama organ seksual dapat mempengaruhi berkembangnya emosi atau perasaan dan dorongan baru yang dialami seseorang, seperti rasa cinta, hasrat, dan keinginan untuk dekat lebih intim dengan lawan jenis. 

   Perkembangan emosi remaja awal menunjukkan sifat yang sensitif dan mudah beraksi terhadap berbagai peristiwa atau situasi sosial, emosi bersifat negatif dan temperamental. 

   Menurut Sarwono (2016), tugas perkembangan remaja yaitu, (1) menerima dan menyeimbangkan pertumbuhan badannya dalam kepribadiannya, (2) menentukan peran dan fungsi seksual yang sesuai syarat dalam kebudayaan, (3) mencapai kedewasaan, mandiri, percaya diri, dan mampu menghadapi kehidupan, (4) mencapai posisi yang diterima oleh masyarakat, (5) mengembangkan hati nurani, tanggung jawab, moral, dan nilai lainnya yang sesuai dengan lingkungan dan budaya setempat, (6) memecahkan masalah secara nyata dengan pengalaman sendiri ataupun lingkungan.

   Proses memecahkan masalah ini identik dengan pengambilan keputusan. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Darmawan (2013) bahwa pengambilan keputusan identik dengan penyelesaian masalah. Bila seseorang sering terlibat dalam penanganan masalah dengan kebhinekaan, maka akan ada perubahan dalam dirinya, terutama mengenai cara mengambil suatu kebijakan lebih berkualitas dibandingkan orang-orang yang selalu mencari aman.

   Sebenarnya pernikahan merupakan suatu kewajiban bagi setiap individu seperti yang sudah ditetapkan dalam setiap aturan agama. Dalam setiap ajaran agama pernikahan memiliki makna yang suci dan sakral, dimana yang pada dasarnya bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia. Menurut UU Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 pernikahan yang sah ialah apabila sepasang pria dan wanita telah melangsungkan suatu pernikahan, seperti yang ada dalam bab I, pasal 1 bahwa “Pernikahan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

   Namun dalam UU No. 1 tahun 1974 pasal 7 dijelaskan bahwa pernikahan dapat dilakukan jika seseorang telah berusia 21 tahun dan telah memiliki kematangan psikologis (Dewi & Sudhana, 2013). Oleh karena itu,  pengambilan keputusan menikah pada remaja termasuk ke dalam hal yang keliru karena tidak sesuai dengan undang-undang yang berlaku. 

   Meinarno (2012) mendefinisikan pengambilan keputusan ialah hasil proses dari beberapa pertimbangan yang ada untuk menyelesaikan suatu masalah. Sedangkan Mulyadi (2015) menjelaskan bahwa pengambilan keputusan merupakan pemilihan satu di antara beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Yang melalui proses berpikir sebelumnya.

   Adapun faktor yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan individu menurut Noorderhaven (Peilouw & Nursalim, 2013) salah satunya ialah kematangan emosi. Pada umumnya pernikahan muda yang hanya dilandasi rasa cinta tanpa kesiapan mental dan materi akan berdampak buruk dalam rumah tangga. Pada saat usia remaja, banyak keputusan yang diambil berdasarkan emosi atau mengatasnamakan cinta yang pada akhirnya membuat mereka salah dalam membuat keputusan (Utami, 2015). 

   Sedangkan, orang yang matang secara emosi akan dapat mempertimbangkan baik buruknya dari sebuah keputusan yang diambil. Hal ini didukung oleh pendapat Chaplin (2011) yang menjelaskan bahwa kematangan emosi merupakan suatu keadaan atau kondisi individu mencapai tingkat kedewasaan dari perkembangan emosional, dimana pribadi yang bersangkutan tidak lagi menampilkan pola emosional seperti anak-anak. 

   Istilah kematangan atau kedewasaan seringkali membawa implikasi adanya kontrol emosional. Sebagian besar orang dewasa juga mengalami emosi yang sama dengan anak-anak, namun mereka mampu mengontrol emosinya dengan lebih baik, terutama pada situasi yang berhubungan dengan lingkungan kematangan emosi yang baik maka dapat membantu remaja untuk mengambil keputusan yang tepat. 

   Begitu juga dengan ungkapan Khairani dan Putri (2009) bahwa pernikahan muda dapat terjadi karena individu berpikir secara emosional untuk menikah. Mereka berpikir telah saling mencintai dan siap untuk berumah tangga, tetapi sebenarnya hidup berumah tangga membutuhkan kematangan emosi dan pemikiran dalam menghadapi ataupun mempertahankan hakekat perkawinan dan peran orang tua yang akan didapatkan. 

   Dengan demikian remaja yang memiliki kematangan emosi akan memberikan reaksi emosional yang stabil, tidak berubah-ubah dari satu emosi ke emosi lainnya atau dari suasana hati ke suasana hati lainnya.

   Pada hari Jum’at, 18/9/2020 Penulis yang juga Kepala SMP PGRI 6 Surabaya Sekolah Peduli Berbudaya Lingkungan yang terletak di Jalan Bulak Rukem III No. 7 – 9 Kelurahan Wonokusumo, Kecamatan Semampir mengikuti Webinar yang diadakan oleh AP2I Jatim tentang "YA, TAU dan MAU Kesiapan Pengambilan Keputusan Menikah Tinjauan Psikologi Positif" Melalui Zoom Meeting dengan link join Zoom Meeting : https://us02web.zoom.us/j/4477752641?pwd=N2Y5aHhMdXFwa0xacEtqQ1hGN2hIUT09  yang disampaikan oleh Ibu MA Rosmi Pratiwi S.Psi Psikolog. Materi yang disampaikan sangat luar biasa, dalam hal ini memberikan motivasi kepada Penulis untuk menyegerakan menikah, bukan hanya mengejar karier saja.
#TantanganGuruSiana
#dispendikSurabaya
#Guruhebat





Posting Komentar

0 Komentar