“Nikmatnya Minum Segelas Kopi Sambil Di Hibur Musik Jalanan Di Warung Anggon Kopi“
Oleh : Banu Atmoko
Apenso Indonesia
Di dalam kehidupan sosial masyarakat, musik dan pemusik jalanan adalah dua hal yang sangat menarik. Musik dapat membuat orang untuk merasa senang dan bahagia, tetapi orang juga bisa menjadi pemusik atau penyayi.
Realitasnya di lapangan ternyata ada interaksi antara pemusik dan lagu-lagu yang dinyanyikan. Pada pengamen jalanan, musik dinyanyikan sekaligus mempunyai dua fungsi, yang pertama sebagai media hiburan untuk menghibur para pendengar dan yang kedua adalah sebagai sarana untuk melakukan seruan moral dan kritik sosial. Hal lainnya dalam konteks ekonomi para pemusik jalanan itu juga memperoleh uang sebagai penopang ekonominya. Jadi sekaligus sebagai strategi ekonomi untuk memperoleh pendapatan.
Pengamen (bahasa Inggris : street singers atau buskers), adalah sekelompok orang maupun individu yang melakukan pertunjukan di tempat umum (baik bernyanyi, menari, maupun bermain alat musik) untuk mendapatkan uang. Umumnya, pengamen dilakoni oleh remaja yang putus sekolah. Tapi kini ada banyak orang tua maupun anak-anak yang menjadi pengamen karena faktor ekonomi.
Pengamen jalanan sering beroperasi di setiap lampu merah, terminal, di dalam bus, di depan pertokoan, pasar, tempat wisata, dan lain-lain. Penampilan mereka pun bermacam-macam. Mulai dari tampilan biasa, badut, anak punk, hingga memakai pakaian seksi.
Kehadiran mereka sering dikonotasikan negatif karena mengganggu ketertiban. Selain itu, stigma ini juga muncul karena sering ditemui pengamen jalanan yang tidak tahu sopan santun dan brutal (beberapa di antara mereka memaksa para pendengar untuk memberikan sejumlah uang).
Dalam sejarahnya, pengamen telah ada sejak abad pertengahan, terutama di Eropa. Bahkan di kota lama London, terdapat jalan bersejarah bagi pengamen yang berada di Islington. Pada saat itu, musik di Eropa berkembang sejalan dengan penyebaran musik keagamaan, yang kemudian dalam perkembangannya pengamen menjadi salah-satu landasan kebudayaan yang berpengaruh dalam kehidupan umat manusia.
Menikmati sore hari yang di sambut dengan hujan, Penulis yang juga Kepala SMP PGRI 6 Surabaya Sekolah Peduli Berbudaya Lingkungan yang terletak di Jalan Bulak Rukem III No. 7 – 9 Kelurahan Wonokusumo, Kecamatan Semampir pada hari Selasa, 2/2/2021 pukul 16.00 mengatasi kejenuhan karena sehari kerja. Penulis duduk santai sambil menikmati Kopi kesukaannya yaitu White Coffee di Warung Anggon Kopi, sambil menikmati Kopi Penulis di hibur oleh musik jalanan.
Menikmati Kopi dengan mendengarkan alunan musik yang sangat indah, bagi Penulis musik jalanan itu adalah sangat kreatif karena mereka mencari uang untuk biaya hidup mereka apalagi di masa pandemi seperti saat ini.
Dalam kesempatan ini, Penulis berharap semoga musik jalanan lebih di perhatikan oleh Pemerintah sehingga masyarakat merasa aman dan nyaman dengan adanya musik jalanan.
Di samping itu, Kepala SMP PGRI 6 Surabaya bapak H. BANU ATMOKO, S.Pd berharap semoga bapak/ibu Guru dan Keluarga serta siswa/siswi SMP PGRI 6 Surabaya dapat menjaga kesehatan dan bisa menjalankan 5M tersebut agar diberikan kesehatan serta dijauhkan dari COVID – 19 yang melanda negeri ini. Fokuslah pada Akhiratmu Insya Allah Urusan dunia akan mengikutimu, Kata bapak H. BANU ATMOKO, S.Pd.
#TantanganGuruSiana
#dispendikSurabaya
#Guruhebat
0 Komentar