APENSO INDONESIA

header ads

DITUNTUT SAMPAI OUT-COME

 

DITUNTUT SAMPAI OUT-COME


Oleh : Gempur Santoso

(Gubes Universitas Ma'arif Hasyim Latif/UMAHA Sidoarjo)


Kata "out-come" semarak lagi. Seperti menjadi tuntutan. Out-come itu semacam bisa berbuat/berprilaku apa setelah mendapatkan sesuatu ilmu. Tentu saja berprilaku atau berbuat/berbudaya lebih baik.

Ada kata "ilmu untuk ilmu". Tentu itu out-come bisa berprilaku memperbaiki kesempurnaan ilmu. Lho ilmu kok disempurnakan. Tentu saja harus, agar menjadi lebih nyaman bervariasi yang biasa disebut temuan ilmu baru.

Ilmu baru bisa dikatakan ramuan ilmu baru. Temuan baru. Kini lagi ngetren ramuan ilmu baru. Dengan sebutan multidispliner.

Misalkan, yang mudah. Kalau kita minum secangkir kopi. Itu ramuan bebagai ilmu. Yakni : ilmu membuat kopi bubuk (powder), ilmu membuat gula (bisa gula putih/kristal, bisa gula merah), ilmu air suci dan bersih. 

Kemudian, perlu ilmu ramuan wedang kopi : kopi bubuk, gula, dan air panas. Komposisi ramuan yang pas menjadi ilmu wedang kopi yang enak (pas).

Jelas, kalau ramuan komposisi dan metode tidak sesuai, tidak akan mendapatkan wedang kopi yang enak. Cemplang (tidak pas).

Dari istilah kopi berkembang ilmu lain. Tetap kopi. Ada depot coffee, kopi jahe, kopi susu, kopi kopi lainnya. Antara sebutan kopi (coffee) yang berbeda, ilmunya berbeda pula.

Seperti juga ilmu teknik, ilmu manejemen, ilmu ekonomi. Semua itu digabung menjadi ilmu teknik industri. Dan lain - lain ilmu multidisipliner.

Ada kata lagi, "ilmu untuk implementasi". Ilmu untuk diterapkan. Itu biasa disebut vokasi. Ilmu ini menjadi tuntutan masyarakat. Mungkin sebab, karena butuh kerja. Butuh bisa cepat kerja. Bisa mendapat kerja untuk penghasilan. Butuh makan. Makan untuk hidup bukan hidup untuk makan.

Jadi, tidak cukup berilmu sampai mengerti saja, tetapi sampai bisa. Sampai out-come.

Misalkan, mengerti mengemudi. Itu tidak cukup mengerti. Tetapi mengerti ilmu nyetirnya sampai bisa nyetir alias nyopir.

Banyak orang mengerti tetapi tidak bisa implementasi. Maka, tidak cukup mengerti tetapi harus bisa implementasi, itu perlu latihan.

Latihan (exersice) perlu, biar bisa. Seperti ngerti nyopir tanpa latihan nyopir, tentu tidak akan bisa. Tanpa latihan akan membuat celaka. Tanpa latihan dianggap belum bisa.

Sekolah, kuliah, belajar saat ini dituntut sampai bisa.

Hanya sampai "mengerti" saat ini dianggap out-put saja. Kalau "sampai bisa" dianggap out-come. Jadi, sekolah harus sampai bisa. Sampai out-come.

Orang sekolah mengerti bahasa inggris (out-put). Tentu harus bisa interaksi berbahasa inggris dengan sesama (out-come).

Tampaknya saat ini menjadi tidak cukup pintar dan mengerti (out-put) tetapi harus sampai bisa implementasi (out-come). Kunci sampai bisa adalah "harus latihan".

Ada pula "ilmu untuk kehidupan". Teman saya itu lulusan (sebut out-put) pendidikan teknik mesin, malah jadi (out-come) "bupati". 

Tidak itu saja. Ada out-put jurusan ekonomi, out-come jadi wakil bupati. Ada pula, out-put dari lulusan IAIN (Ilmu Agama Islam Negeri), out-come jadi pengembang  (developer). 

Bahkan ada out-put ilmu teknik malah out-come jadi "Presiden". Dan lain - lain.

Menjadi wakil bupati. Menjadi bupati. Menjadi Presiden. Atau apa saja memimpin rakyat atau bisa apa saja pasti memiliki ilmu. 

Tidak mungkin memimpin rakyat atau menjabat atau menjadi pejuang atau menjadi sesuatu, tanpa ilmu. Pasti berilmu. Tampak ilmu sebagai out-put, penerapannya (implementation) bebagai macam kegunaan, itu sebagai out-come.

Yakin bahwa "Yang Maha Kuasa meningkatkan derajat seseorang karena ilmunya". Sangat diduga kuat pada puncak keilmuan memiliki paradigma yang sama. Ilmu positif apa saja. 

Berilmu memang ada beda dengan lulusan. Lulusan bisa berilmu bisa juga proses memiliki ilmu.

Pintar dan mengerti saja tidak cukup tapi harus bisa. Sangat mungkin itu artinya "ngaji sak maknane".

Semoga semua sehat...aamiin yra.

(GeSa)


Posting Komentar

0 Komentar