APENSO INDONESIA

header ads

NIKMATNYA MENU BUKA PUASA DI WARUNG SEDERHANA YANG MURAH DAN NIKMAT

“NIKMATNYA MENU BUKA PUASA DI WARUNG SEDERHANA YANG MURAH DAN NIKMAT“

(Gambar Ilustrasi)

Oleh : Banu Atmoko
Apenso Indonesia



Buka puasa adalah sebutan untuk sebuah pekerjaan membatalkan puasa pada waktu maghrib yang dilakukan dengan makan dan minum secara halal dan secukupnya dengan sunnah-sunnah yang telah ditentukan. Istilah buka puasa sudah tak asing lagi bagi orang yang mengerjakan ibadah puasa. Seolah ia menjadi trend dari ibadah yang setahun sekali dilaksanakan. 

Namun tak banyak orang yang merenungi/mengkaji rahasia dari makna yang terkandung dalam istilah “buka puasa”. Bagi kebanyakan kita, buka puasa itu disajikan dalam bentuk beraneka ragam makanan dan minuman yang hampir tidak ditemukan dalam bulan-bulan lain. Seolah ia adalah sebuah perhelatan besar untuk menjamu tamu-tamu istimewa, terkesan mewah. Di setiap rumah, bahkan musholla atau masjid, masing-masing memperlihatkan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan biologinya. 

Padahal puasa itu seharusnya lebih berimplikasi pada terbentuknya mental pengendalian hawa nafsu. Namun sepertinya orientasi itu tidak terlihat sama sekali. Kenikmatan yang diraih adalah kenikmatan jasadiah yang justru malah menutup kenikmatan ruhaniah yang seharusnya termanipestasi pada rasa syukur. 

Dalam bahasa Arab, buka puasa itu disebut futhur atau ifthar. Bentuk mashdar (kata benda) dari akar kata kerja fathara. Futhur juga dipakai untuk sebutan sarapan pagi. Secara etimologis, bentuk kata futhur berasal dari huruf fa tha dan ra. Huruf-huruf itu juga merupakan sumber dari kata fithrah yang berarti kesucian. Jadi, futhur dengan fithrah berasal dari satu sumber yaitu fa tha ra yang artinya adalah kesucian orang puasa bermakna “buka puasa”. 

Istilah buka puasa harus dipahami secara hakiki bukan secara syar’i. Kalau pemahaman buka puasa berhenti pada pengertian syari’at, maka buka puasa itu tidak bermakna apa-apa kecuali membatalkan puasa dengan cara makan/minum pada saat maghrib. Orientasinya hanyalah biologis, jasadiyah. Biasanya, istilah buka itu lebih identik sebagai permulaan, bukan symbol yang menunjukkan sebuah pengakhiran. 

Namun dalam pengertian pada umumnya, istilah "buka" itu diartikan justru sebagai penutup puasa. Jika tidak dikaji secara lebih mendalam, istilah buka puasa itu sangatlah ironis. Bahasa Indonesia memilih istilah buka puasa untuk pembatalan puasa pada saat maghrib bukanlah tanpa makna. Rasulullah saw bersabda :لِلصَّآئِمِ فَرْحَتَانِ: فَرْحَةٌ عِنْدَ اْلفُطُوْرِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَآءِ رَبِّهِ. Ada dua kebahagiaan bagi orang yang puasa; Kebahagiaan pada saat buka dan kebahagiaan pada saat berjumpa dengan Tuhan. 

Pada hadits tersebut, kebahagiaan berbuka diselaraskan dengan kebahagiaan berjumpa dengan Tuhan. Kebahagiaan berjumpa dengan Tuhan bersifat ruhani, maka semestinya kebahagiaan berbuka juga merupakan kebahagiaan yang bersifat ruhani. Tidak available kalau kebahagiaan ruhani dinisbatkan pada pemenuhan kebutuhan jasad, apalagi dihubungkan dengan kebahagiaan bertemu dengan Tuhan. 

Ada hal lain dari buka puasa yang harus dikaji lebih mendalam dari sekedar pemenuhan jasad. Buka puasa yang dilakukan pada saat menjelang malam (maghrib) sangatlah berkaitan erat dengan keadaan alam yang gelap. Istilah "buka" menunjukkan sebuah penyingkapan sesuatu yang tertutup (terhijab). Sedangkan saat berbuka jatuh pada permulaan kegelapan malam yang menyimbolkan tertutupnya segala penampakan-penampakan. Makna saat maghrib adalah mulai tertutupnya segala penampakan kebendaan karena terangnya siang telah berakhir. Jadi, kegelapan malam merupakan symbol dari ketertutupan. Karena itu, ia harus dibuka. 

Penekanannya lebih kepada keadaan malam. Karena, justru pada saat malamlah sebenarnya proses pembentukan jati diri itu berlangsung. Keheningan malam membawa kita kepada sebuah keadaan di mana kita dituntut untuk membaca diri. Sebuah proses awal dari mengenal Tuhan. مَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ رَبَّهُ Barangsiapa mengenal dirinya, maka dia mengenal Tuhannya. 

Waktu malam adalah symbol dari ketenangan, kegelapan dan kehampaan. Semua visualisasi kebendaan sirna pada malam hari. Kegelapan melepaskan kita dari gambaran-gambaran dunia yang mengikat kita pada saat siang. Persepsi pikiran kita pada siang hari sangatlah dipengaruhi oleh pandangan mata kita. Karena itu, puasa mengarahkan kita untuk melepaskan diri dari belenggu-belenggu persepsi dunia. 

Ketika persepsi diri terlepas dari gambaran dunia lewat menahan hawa nafsu pada siang hari, maka diri akan terbuka (terlepas) dari sifat-sifat dunia yang memperdaya dan siap untuk memasuki sebuah keadaan di mana sifat-sifat Tuhan akan muncul di dalam diri kita. Ruhani kita tidak butuh makanan dan minuman atau partikel-partikel dunia lainnya. Ia berdiri sendiri dan menjadi raja pada jasad kita.

Pikiran kitalah yang selalu mengingkari titah-titah sang raja. Perintah sang raja tertutup oleh perintah pikiran kita sendiri. Puasa menundukkan pikiran kita agar ia patuh pada perintah ruhani. Perintah ruhani terhubung pada alam yang lebih tinggi. Sinyalnya kuat tanpa hijab dan membawa diri untuk lebih mengenal-Nya. Pada pikiranlah nafsu itu muncul. 

Ia tidak perlu dimatikan tapi ditenangkan, ditundukkan dan dikendalikan agar ia terhubung dengan perintah dari alam yang lebih tinggi. Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku. (al-Fajr: 27-30) 

Karena itulah, perintah puasa diturunkan untuk membenahi segala kerusakan yang ditimbulkan dari diri setiap orang. Jika pikiran setiap orang berorientasi pada kemaslahatan, maka alam akan tertata dengan tertib. Keadaan tersebut adalah kehendak Allah, bukan kehendak manusia. Karena manusia sudah tunduk pada perintah dari alam yang lebih tinggi, yakni Allah swt.

Setiap lebaran warung yang sangat sederhana ini setiap menjelang berbuka puasa selalu di banjiri pembeli, mengingat masakan beliau yang bagi Penulis yang juga Kepala SMP PGRI 6 Surabaya Sekolah Peduli Berbudaya Lingkungan yang terletak di Jalan Bulak Rukem III No 7-9 Kelurahan Wonokusumo, Kecamatan Semampir setiap Ramadhan selalu mendatangi warung yang buka jam 15.00.

Dimana terkadang Penulis membeli Kikil, Udang, Tahu Tempe Kerang. Di samping itu, masakannya enak. Harganya juga sangat murah pas untuk masyarakat dalam kondisi pandemi Covid seperti saat ini, keuangan yang seret.
#TantanganGuruSiana  
#dispendikSurabaya 
#Guruhebat



Posting Komentar

0 Komentar