APENSO INDONESIA

header ads

KEBENARAN ILMIAH JANGAN KORBAN WACANA

KEBENARAN ILMIAH JANGAN KORBAN WACANA 


Oleh : Gempur Santoso
(Dosen UMAHA Sidoarjo)


Anda pernah dengar. Kata "dermawan", tentu orang yang suka berdarma. Artinya suka paweh (suka beramal atas harta) yang dimilikinya.

Ada kata "hartawan". Artinya: memiliki harta yang banyak. Melimpah ruah harta. 

Ada lagi "cendikiawan". Artinya: kecerdasan ilmu pengetahuan mumpuni/banyak. Banyak akal.

Kalau "wartawan". Artinya: orang yang pandai mencari dan memberitakan warta (berita).

Ada pula. Kata "ilmuwan". Tentu orang yang memiliki ilmu yang mumpuni. Banyak ilmu. Bahkan bisa membuat ilmu. Kebenaran ilmiah. Atau kebenaran empiris. Bukan ilmu mutlak. 

Ilmu mutlak. Atau, kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Pencipta alam dan isinya. Allah SWT Maha Segalanya.

Ilmuwan. Tentu bisa menemukan ilmu impiris. Karena mengerti dan mampu metodologi. Itu berasal dari kata "metode" atau cara. Dan, "logi" atau "logos" artinya ilmu.

Jadi metodologi "cara menemukan ilmu". ilmuwan tentu mampu akan metodologi. Atau, seorang ilmuwan pasti paham metodologi.

Apa ciri kebenaran ilmiah atau kebenaran keilmuan itu? Yakni memiliki ciri: masuk akal, metodis, dan empiris. Bukan yang lain.

Secara impiris ada tetapi tidak tahu tahapan itu menjadi ada?. Seperti semacam "debus". Operasi merobek kulit perut. Kemudian pakai ludah ditaruh di tangan. Dioleskan. Operasi bedah kulit perut utuh kembali. Itu impiris ada, tetapi metodenya atau langkahnya sulit/tidak bisa dijelaskan. Pun tidak semua orang bisa melakukan.

Lain hal dengan operasi kedokteran. Bisa dijelaskan langkahnya. Metode jelas. Jika manusia lain mau mempelajari operasi secara kedokteran. Dengan syarat keilmuan dan kecerdasan tertentu. Pasti bisa. Secara ilmu kedokteran memang masuk akal. Sebab jaringan kulit bisa sambung lagi dengan metode tertentu.

Harus masuk akal. Sebab masuk akal tetapi tidak bisa diwujudkan secara empiris, hanyalah wacana belaka. Belum tentu benar. Jelas, masuk akal belum tentu benar. 

Walau masuk akal. banyak yang diteliti ada yang menjadi benar. Sebab, metodis dan empiris.

Wacana masih dalam pemikiran. Misal berwacana pergi ke Bulan. Dengan tangga disambung sambung sampai ke Planet Rembulan. Itu masuk akal. Tetapi tidak empiris. Tidak bisa dibuktikan. Itu adalah bukan kebenaran. Bisa dikata "omong kosong".

Maka, janganlah tergiur wacana atau omong kosong. Semua itu tidak ada bukti. Atau tidak ada bukti empiris.

Sebaiknya wacana. Belum tahu kebenaran empirisnya. Jangan sampai menjadi keputusan diterapkan. Atau diwajibkan. Agar tidak banyak korban. Korban jiwa atau harta.

Carilah kebenaran secara ilmiah dulu. Baru bisa diputuskan berlaku untuk orang lain. Agar bisa berguna atau bermanfaat positif menjadi selamat, nyaman, efesiensi dan sehat. Untuk semua.

Semoga semua sehat...aamiin yra.

(GeSa)





Posting Komentar

0 Komentar