APENSO INDONESIA

header ads

My Dear Indonesia

My Dear Indonesia 


Oleh: Daniel dan Masroro


Anda sekalian dan kami berdua, serta bangsa ini telah secara resmi dikhianati jati diri dan  kemerdekaannya oleh amandemen UUD1945 secara ugal-ugalan sejak awal reformasi 20 tahun silam. Mungkin sebagian besar kalian tidak menyadarinya dan menganggapnya tidak penting. Batang tubuh UUD1945 telah diamputasi dan diganti dengan batang tubuh baru liberal kapitalistik. Pembukaan UUD1945 sebagai kepalanya telah ditafsirkan secara sepihak oleh sebagian dari elite kita yang lengah lalu terobsesi oleh pandangan sekuler yang cenderung pragmatis, ekstraktif yang melupakan nasib kalian di masa depan. Pemilu dan parpol telah menjadi instrumen net transfer hak-hak politik kita ke para elite parpol yang segera melupakan kita sebagai pemilih begitu Pemilu selesai. 

Kelengahan itu, terutama sejak Orde Baru hingga saat ini, telah membuka bagi cengkraman kekuatan-kekuatan nekolimik. Kami berdua sungguh khawatir, selama 5 tahun terakhir ini, sebagian elite kita itu memanfaatkan kekosongan kepemimpinan global yang ditinggal KhalifahTrump untuk bermesraan dengan Xi Jin Ping yang membawa proyek One Belt One Road yang sangat menggiurkan. Kita bisa jadi lepas dari injakan kaki gajah hanya untuk diterkam naga.  

Umur kami berdua saat ini 60 tahun. Si bungsu yang ke sembilan dan kakak-kakaknya sangat milenial nyaris serupa dengan kebanyakan kalian saat ini yang tidak bisa lepas dari medsos. Kami memahami bahwa nilai-nilai yang kalian yakini berbeda dengan yang kami yakini. Bagi kebanyakan kalian, gagasan tentang Republik mungkin terlalu abstrak dan kuno di banding Facebook. Tapi kami yakin bahwa perbedaan itu tidak substansial. Pancasila sebagai pilihan dasar negara, dan pilihan Republik para negarawan cendekia yang mendirikan negeri ini adalah pilihan yang telah disepakati kurang lebihnya. Keduanya tidak bisa kami wariskan begitu saja seperti tongkat estafet. Kalian perlu mengunyahnya sendiri untuk kemudian menjadi darah dan daging kalian. Hanya melalui praktek kami dan generasi baby boomer, kedua nilai itu dapat secara wajar kalian rasakan lalu tumbuh subur  dalam hati dan pikiran kalian. 

Melalui surat terbuka ini kami berdua menyerukan agar kalian dan para elite bangsa ini segera menyadari bahwa deformasi kehidupan berbangsa dan bernegara ini semakin membahayakan. Trajectory kehidupan berbangsa dan bernegara kita mengarah ke arah yang keliru. Hal ini hanya menguntungkan para penjajah nekolimik, dan merugikan bangsa yang majemuk ini yang telah berhasil melampaui godaan  tribalism untuk bersepakat menjadi sebuah bangsa yang satu yaitu bangsa Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. 

Kami berdua muslim, dan tidak terlalu percaya apalagi bangga bahwa muslim sejak dulu mayoritas. Di samping itu, prinsip-prinsip Pancasila dan Republik melarang dengan sangat keras semua upaya memanfaatkan kemayoritasan untuk menindas sebagian kita yang minoritas. Apalagi sekedar banyak-banyakan suara pemilu. Keterwakilan dan musyawarah lebih penting daripada keterpilihan dan aksi sepihak. Kaum minoritas -baik suku, apalagi agama- dari kita harus terwakili dan di dengarkan suaranya oleh elite bangsa ini. Suara yang berbeda, betapapun besar perbedaannya, harus didengar, tidak diabaikan begitu saja, apalagi dibungkam secara brutal.

Kami berdua sedih dan cemas atas upaya sekelompok kecil bangsa ini yang secara gencar memposisikan Islam sebagai ancaman, bahkan musuh bagi Pancasila dan Republik ini. Sebagian ulama kami diperlakukan secara tidak pantas. Bagi kami berdua, ini adalah fitnah besar yang sangat berbahaya karena tidak evidence based, sebuah rekayasa islamophobik oleh kekuatan nekolimik, melalui upaya memecah belah bangsa ini. Mengajukan pilihan antara Pancasila dan Al Qur'an dalam Tes Wawasan Kebangsaan tidak saja menyesatkan, tapi sekaligus menyembunyikan motif untuk menghancurkan Pancasila dan Islam sekaligus. 

Akibat pendekatan yang kurang tepat, ketundukan pada resep WHO yang  gebyah uyah, banyak free riders yang memanfaatkan pandemi covid-19 ini yang tidak ragu mengorbankan kalian sebagai warga muda tumpuan bonus demografi bangsa muda ini. Sebagai pendidik selama 30 tahun lebih, ini tidak bisa kami terima karena menghancurkan gagasan yang kami sampaikan pada murid-murid penerus kami. Kami tidak rela Indonesia menjadi Balkan, apalagi Palestina, yang lain. Dan bonus itu berbalik menjadi bom demografi. 


Daniel dan Masroro,

Malang, 13/6/2021

Posting Komentar

0 Komentar