APENSO INDONESIA

header ads

PENDIDIKAN MANUSIA BUKAN PRODUKSI MASAL

PENDIDIKAN MANUSIA BUKAN PRODUKSI MASAL


Oleh: Gempur Santoso

(Dosen Universitas Ma'arif Hasyim Latif / UMAHA Sidoarjo)


Anggap sekali makan sebanyak satu piring lengkap. Maksud lengkap sudah termasuk minum air putih dan lainnya.

Sehari tiga kali makan. Sarapan, makan siang dan makan malam. Mengapa harus tiga kali makan? Megapa tidak makan tiga piring sekaligus di pagi hari untuk sehari, terus tidak makan lagi?.

Bisa jadi terlalu kenyang (orang Jawa megistilahkan: (isok sebah mlekar wetenge). Bisa jadi saat sore terlalu lapar.

Mengikuti sabda saja: makanlah saat lapar, dan berhenti makan sebelum kenyang.

Saat berpuasa pun begitu. Makan saat berbuka, saat setelah traweh, dan saat sahur. Jadi tidak sekaligus makan banyak.

Begitu pula dalam strategi belajar atau mengajar. Harus sedikit demi sedikit. Sabar. 

Jangan murka. Learning by conten. Sekadar menyampaikan isi materi. Siswa mengerti dan bisa, belum tahu, tidak tahu. 

Mengajar ataupun belajar. Tetap sedikit demi sedikit. Sampai mengerti sampai bisa. Sebab ilmu pun terkait ilmu lain. Yang butuh dipahami dan semakin paham. Mengendapkan pikiran dulu. Tatap tenang dan sabar. Sebab kecepatan berfikir manusia berbeda.

Coba dihitung. Misal satu SKS (satuan kridit semester) sama dengan satu jam. Satu mata kuliah 2 SKS berarti harus belajar 2 jam perminggu.

Rata rata kuliah satu semester adalah 14 kali pertemuan. Jadi kuliah satu matakuliah 2 SKS butuh belajar minimal 2 jam kali 14 pertemuan, yakni 28 jam belajar. Itu tidak sampai 2 hari belajar.

Tetapi dalam belajar tidak bisa begitu langsung 28 jam terus belajar. Bisa jadi tidak mengerti. Bisa jadi "gila". Otak bisa "mlekar". Kalau dalam tekanan bisa jadi loss (mlekar)  dalam kehidupann. Out of order dalam berfikir untuk bisa hidup.

Dalam belajar satu matakuliah 2 SKS membutuhan waktu 28 jam. Harus ditempuh satu semester (6 bulan). Sedikit demi sedikit. Harus sabar. Harus adil layaknya manusia. Tidak instan.

Manusia bukan mesin produksi. Manusia untuk berilmu tidak bisa dengan pendekatan produksi masal.

Mendidik manusia harus menggunakan medekatan manuaiawi. Manusia punya rasa, punya psikis/psikologis, punya akal. 

Dalam sebaran kecerdasan manusia terbantuk diagram normal. Ada yg kurang cerdas (jumlah tidak banyak), ada yang cerdas rata rata, ada yang lebih cerdas (jumlah tidak banyak).

Mungkinkah siswa diberi modul untuk empat belas kali pertemuan, belajar sendiri, bisa mengerti tetang ilmu itu?. Tampak pola pikir itu adalah pola pedekatan produksi masal. Manusia dianggap mesin produksi manusia.

Salah pendekatan pendidikan manusia. Bisa jadi menjadi pendidikan yang salah. Output outcome yang tak berkualitas. Bermental robot atau mesin produksi.

Padahal pendidikan dapatlah menjadikan manuaia yang utuh, berilmu, bertaqwa, beriman, berakhlak mulia. (Lihat tujuan sistem pendidikan nasioanal). Tidak sekadar terbentuk mental robot "buruh". Tetapi seharusnya menjadi pemrakarsa dalam berkarya menciptakan apapun dalam mengembangkan keilmuannya.

Firmin Allah SWT, lebih kurang memiliki arti seperti ini: "Allah SWT meningkatkan derajat manusia karena ilmunya". Jadi kunci sukses adalah menguasai ilmu. Tentu dengan menggunakan pendidikan.

Semoga semua sehat....aamiin yra.

(GeSa)






Posting Komentar

0 Komentar