APENSO INDONESIA

header ads

SERTIFIKAT VAKSIN ?


SERTIFIKAT VAKSIN ?


Oleh : Daniel Mohammad Rosyid
Guru Besar ITS Surabaya


Pemerintah sedang merencanakan membuat kebijakan ngawur lagi : mensyaratkan bukti vaksinasi (sertifikat) untuk berbagai hal sejak bepergian sampai masuk mal dan rumah ibadah. Pada saat kebijakan PSBB, lalu PPKM macam-macam dan juga vaksinasi berbagai merek tampak gagal mengatasi ledakan kasus, kini rezim mulai menjadikan vaksinasi sebagai alat untuk merampas kebebasan publik termasuk beribadah. Alasan pokoknya : kesehatan publik, dan "sayangi orang-orang terdekat yang kau cintai". 

Kedua alasan ini menyesatkan. Instrumen paling utama melawan pandemi flu ini bukan vaksinasi massal seragam (walaupun berbagai merk) tapi imunitas pribadi yang beragam. Jadi yang dibutuhkan adalah imunitas, bukan vaksinasi. Mengatakan bahwa yang sudah divaksin akan bebas dari terpapar atau mengurangi resiko keparahan adalah claim tanpa bukti yang meyakinkan. Sudah cukup banyak kasus dengan keluhan pasca vaksinasi yang serius hingga kematian. Akibat jangka panjang dari vaksinasi berbasis material genetik juga tidak diketahui. Tidak ada vaksin dengan efikasi 100%. Vaksin dengan bahan materi virus utuh yang dilemahkan memiliki efikasi rendah tapi terbukti aman dalam jangka panjang. 

Imunitas alami dalam setiap tubuh kita itu anugerah Tuhan yang patut disyukuri. Imunitas innate ini bisa diperkuat dengan mengembangkan kebiasaan hidup yang aktif serta diet nutrisi seimbang. Gaya hidup pasif dan nyaman, di samping boros energi, justru sumber penyakit tidak menular yang bakal membuat tubuh rentan menghadapi flu corona ini. Jadi tertular flu corona tidak perlu menjadi masalah besar jika kita memiliki gaya hidup dan nutrisi yang sehat serta memperoleh perawatan dengan pengobatan yang tepat. 

Kebijakan mencegah penularan dengan membatasi mobilitas gebyah uyah justru terbukti mengurangi imunitas tubuh. Saat karantina kota diterapkan, mobilitas lokal metabolik seperti berjalan kaki dan bersepeda di bawah terik matahari ke tempat kerja, sekolah, kampus, pasar dan ke rumah-rumah ibadah tidak perlu dilarang karena justru meningkatkan imunitas tubuh, menjaga keakraban sosial dan menggerakkan ekonomi. Memaksa tinggal di rumah atau apartemen dan ruang-ruang tertutup ber-AC, justru mengurangi imunitas. 

Orang-orang yang sembuh dari paparan flu corona ini juga memiliki imunitas alami yang jauh lebih baik daripada imunitas terbatas yang diperoleh dari vaksinasi. Mereka ini berhak atas sertifikat imunitas. Kemunculan berbagai varian virus dapat juga diduga terjadi karena jenis dan merk vaksin yang digunakan bermacam-macam. Vaksinasi sebagai penularan yang dipaksakan tidak mungkin lebih efektif dari imunitas alami yang diperoleh melalui kertertularan yang diperoleh saat beraktifitas sehari-hari. Jadi boleh tertular, yang penting jangan sampai mati. Tingkat kesembuhan menghadapi flu corona ini sangat tinggi. Perlu kebijakan yg fokus pada pengobatan yg tepat untuk menurunkan case fatality rate dari 2.95% saat ini. 

Resiko mati akibat flu corona di Indonesia sebenarnya juga rendah sekitar 39 per 100ribu penduduk. Ini 5 kali lebih kecil daripada negara adidaya AS sang mencapai 185 per 100ribu penduduk. Negara-negara maju seperti Inggris, Perancis dan Italia memiliki resiko yang hampir sama dengan AS. Kinerja melawan flu corona kita yang lebih baik ini karena kita ini negara muda (rata-rata 27 tahun), konsumsi alkohol, daging, energi nya rendah. Masyarakat negara maju itu masyarakat tua, obese dan konsumsi energinya 7-10 kali lipat lebih tinggi dari kita. (Lebih boros energi untuk mobilitas mekanik, dan listrik untuk kenyamanan yang menurunkan aktifitas metabolik). Jadi kebijakan vaksinasi tidak tepat diberlakukan di Indonesia yang sedang memanen bonus demografi. 

Hemat saya, rencana kebijakan mensyaratkan vaksinasi untuk bepergian jauh, akses ke pasar, rumah ibadah dsb sebaiknya dibatalkan. Tidak saja ini berpotensi merampas kebebasan publik dan beribadah yang dijamin konstitusi, tapi juga tidak tepat untuk konteks Indonesia. 

Rosyid College of Arts,
Gunung Anyar, 11/8/2021




Posting Komentar

0 Komentar