APENSO INDONESIA

header ads

PRODUKTIVITAS GURU/PENDIDIKAN

PRODUKTIVITAS GURU/PENDIDIKAN

Oleh: Gempur Santoso

(Guru Besar UMAHA Sidoarjo)


Pendidikan tak terlepas dari adanya guru atau dosen atau apalah istilahnya. 

Anggap saja output pedidikan adalah: murid bisa berprilaku akhlakul karimah (berakhlak mulia), dan berilmu.

Input pendidikan: keadaan akhlak dan ilmu yg dimiliki siswa baru.

Terus, produktivitas atau efesiensi adalah output per input. Jadi produktivitas pendidikan atau produktivtas guru adalah: akhlak dan ilmu yang terjadi pada murid setelah dididik per akhlak dan ilmu yang dimiliki murid baru sebelum dididik.

Pernahkah para pendidik (guru) berfikir produktivitasnya?. Atau, kemungkinan telah ada juga yang berfikir hasil produktivitasnya sebagai guru.

Tampaknya produktivitas pendidikan atau produktivitas guru belum pernah diukur. 

Jika diukur, 

Ukur dulu kemampuan keilmuan dan akhlak mulia (budi luhur) anak didik, saat mulai belajar (murid baru). Itu sebagai input (data nilai)

Ukur pula kemampuan keilmuan dan akhlak anak didik itu, saat akan diluluskan. Sebagai output (data nilai).

Kemudian, pakai rumus produktivitas pendidikan adalah: output pendidikan dibagi input pendidikan.

Kalau ada yang bertanya berapa produktivitas pendidikan/guru?. Jelas sulit dijawab, karena belum pernah dilakukan pengukuran.

Kalau toh ada jawaban besar produktivitas guru. Itu hanyalah opini, wacana saja,  jika itu belum pernah dilakukan pengukuran.

Walaupun belum pernah ada pengukuran produktivitas guru. Sebaiknya pendidik tak sekadar mengajar menghabiskan waktu jam mata pelajaran. Atau juga tak sekadar "pekerja guru" sesuai jam/waktu, kemudian mendapatkan upah.

Guru yang baik adalah jika para muridnya berubah, memiliki akhlak yang lebih baik dan murid semakin berilmu.

Tentu pendidik harus memiliki ilmu guru. Mengerti psikologi manusia, mengerti psikologi perkembangan manusia dan lainnya. Juga, berilmu sesuai bidang ilmunya. Dengan demikian, memiliki metode dan strategi dalam mendidik.

Guru tak bisa mengeluh. Guru tak boleh mengeluh. Guru tak boleh putus asa. Karena mendidik muridnya menjadi berilmu dan berakhlak mulia sudah menjadi kewajibannya.

Tidak bisa menjadi alasan guru "sulit mendidik" anak didik. Sebab setiap manusia pasti memiliki kebaikan dalam hatinya (qolbunya). Orang Jawa memiliki istilah "ngrogoh ati" (ambil kebaikan hati/qolbu) orang lain. Pasti manusia akan menerima kebaikan/kebenaran itu.

Begitu pula, murid juga manusia. Pasti memiliki hati/qolbu. Pasti menerima kebaikan ataupun kebenaran. Maka guru harus mendidik dengan menggunakan hati nurani. Bukan mendidik dengan menggunakan kekerasan.

Pejabat tinggi pun pernah sekolah, punya guru. Siapa pun, sebagian besar pernah sekolah diajari guru. Produk dari guru. Walau guru tak pernah tenar. 

Ada lagu guru, dikenal: "pahlawan tanda jasa". Ikhlas saja dalam mendidik sebagai guru. Semoga Yang Maha Pencipta menerima keikhlasan kita - guru.

Salam sehat untuk semua...aamiin yra.

(GeSa)




Posting Komentar

0 Komentar