DIGITAL, PERUBAHAN
Kalau dulu, yang ada pendidikan akademis saja. Saat ini selain ada pendidikan akademis, ada pula pendidikan profesional, dan ada pendidikan vokasional.
Mungkin ada perkembangan pola pikir. Mungkin juga ada yang melatarbelakangi atas tambahan pendidikan itu.
Dulu. Untuk tingkat di bawah pendidikan perguruan tinggi. Sejak sekolah lanjutan pertama sudah dijuruskan/penjurusan. Misal ada sekolah teknik (ST), ada sekolah kesejahteraan keluarga (SKK), dan lain-lain.
Untuk tingkat sekolah menengah atas juga ada. Dulu ada STM (sekolah menengah teknik), ada SMKK (sekolah menengah kesejahteraan keluarga), ada SMEA (sekolah manajemen ekonomi atas), dan lain-lain. Kemudian semua itu namanya diganti menjadi SMK (sekolah menengah kejuruan).
SMA (sekolah menengah atas) diubah menjadi SMU (sekolah menengah umum). Juga ada penjurusan. Yang saya tahu IPA dan IPS.
Hanyalah akan ganti nama saja. Tanpa perubahan jika ilmu yang diajarkan tetap, yang lama.
Kalau ilmu/yang dipahami guru, tetap. Tentu yang diajarkan oleh guru ya...tetap saja. Cuma ganti-ganti nama.
Kadang juga ganti nama mata pelajaran/kuliah. Isi materi sama. Hanya mengganti nama, bukan mengganti paradigma/ilmunya. Memang tidak sembarangan mengganti paradigma keilmuan.
Kalau pendidikan ingin berubah. Tentu, ilmu/ilmu pengetahuan guru harus diubah (di update). Harapan, berubah lebih menguntungkan pada zamannya. Semua ilmu positif, baik.
Jadi, dulu, penjurusan itu dimulai sejak sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP). Dan, untuk sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA), kejuruan, bisa dibilang hanyalah ganti nama menjadi nama SMK, semua.
Perubahan pendidikan atau juga yg diajarkan berubah. Membuat generasi muda lebih modern, berilmu, dan lebih berakhlak mulia. Itu yang diharapkan.
Barangkali. Pendidikan akademis itu keilmuan. Kemudian, pendidikan profesional itu kebebasan, etik, dan kejelasan manajerial. Dan, pendidikan vokasional itu semacam kejuruan.
Zaman memang berubah. Saat ini, digital menjadi temuan paling depan. Semua kehidupan sosial menjadi serba digital dan online. Walau temuan yang lebih lama masih ada, juga digunakan.
Tampaknya perubahan-perubahan itu terletak pada penerapannya, dan menjadi perubahan zaman. Menurut pengamatan subyektif, anak-anak muda sebut saja generasi milenial, lebih mampu aplikasi digital online.
Orang yang sudah tua, bila mempelajari bisa mengerti, tetapi mengoperasionalkan lebih banyak kesulitan. Atau, penerapan digital online mengalami kesulitan.
Perlukah ada mata pelajaran/kuliah digital? Apakah digital itu ilmu? Kurang tahu. Masih perrlu dibahas. Mata kuliah seharusnya ilmu. Bukan sekadar wacana.
Karena filsafat ilmu digital juga belum tahu. Dalam filsafat ilmu harus ada "benang merah" (kaitannya) ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Itu perlu dilakukan pembahasan terlebih dulu.
Kenyataannya dari pengamatan subyektif, yang muda/milenial lebih gampang aplikasikan digital online dibanding manula (manusia lanjut usia).
Saat ini serba digital online, misal: SIM online, paspor online, KTP online, KSK online, penjualan online, dan lain-lain serba online. Garansi muda rata-rata bisa mengoperasikan/mengaplikasikan, tanpa sekolah tetapi belajar.
Yang jelas "Tuhan Yang Maha Pencipta akan meningkatkan derajat manusia karena ilmunya".
Semoga kita tetap sehat lahir dan batin...aamiin yra.
(GeSa)
0 Komentar