APENSO INDONESIA

header ads

KELUARGA HARMONIS

KELUARGA HARMONIS 

Oleh: H. Gempur Santoso 

(Guru Besar Universitas Ma'arif Hasyim Latif Sidoarjo) 


Ini keyakinan. Sesuai agama dan kepercayaan masing-masing. 

Selaku kaum muslim wajib percaya ajaran agama Islam. Wajib mengimani. Bahwa kita wajib menjaga diri sendiri dan keluarga kita. Jangan sampai terjebur ke dalam api neraka. 

Kita memang belum wafat. Tetapi roh kita tak pernah mati. Ada kehidupan lain setelah mati. Di alam baka' itu ada. Wajib yakin ada "surga" dan ada "neraka".

Saat ini, kita di dunia. Men-desain agar nanti setelah wafat. Jangan sampai terjebur neraka, tetapi dimasukkan surgaNya Allah SWT.

Sebagaimana di dalam Qur'an di surat At-Tahrim ayat 6, yang berbunyi: "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."

Di dalam keluarga. Ada suami. Ada istri. Juga ada yang dikaruniai anak. Selain itu dalam keluarga besar juga ada kakek dan nenek, serta famili lainnya.

Untuk keluarga kecil. Atau dalam rumah tangga. Suami adalah memiliki kewajiban menafkahi (ngingoni, nglambeni, ngomahi = Jawa) pada keluarganya. Tentu hal itu semampunya. Optimal.

Hal itu sesuai kesepakatan suami-istri. Agar tetap keadaan harmonis. Suami-istri harus sinergi. Tetap menjaga keutuhan keluarga.

Bahasa jawanya "piye enake" (bagaimana enaknya). Agar perjalanan hidup berkeluarga selamat sampai akhir hayat. Tatapi tetap bahwa suami adalah wajib menafkahi keluarga. Sesuai kemampuan.

Hal itu, sebagaimana dalam surat Al-Baqarah ayat 233, yang berbunyi: "Dan kewajiban bapak memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf (baik). Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya....".

Tidak boleh salang tunjang (saling merasa lebih). Walau harus tahu tugas masing masing, tetapi harus saling bekerjasama.

Keluarga. Tidak perlu ada yang dikalahkan. Tidak perlu ada yang dimenangkan. Jangan sampai yang satu untung, satunya buntung. Yang paling utama adalah kedamaian saling gotong royong dalam rumah tangga. Dan, suami (laki-laki) adalah pemimpin keluarga.

Di dalam rumah tangga atau dalam organisasi apapun. Pemimpin hanya satu. Atau kepalanya hanya satu. Kepala keluarga hanya satu. Laki-laki, hidup. Kalau terjadi pemimpin kembar akan sulit mendapat keharmonisan.

Walau suami derajat lebih rendah dari istri. Walau penghasilan lebih rendah dari istri. Atau, derajat dan penghasilan suami lebih besar. Itu semua tidak penting. Tetap laki-laki adalah pemimpinya. 

Utama, bagaimana rumah tangga tetap saling apa saja - positif. Tetap sakinah (tentram)  mawadah (saling mengasihi menyayangi) warahmah (mendapatkan rahmat).

Itu, sebagaimana dalam al-Quran, surat An-Nisa ayat 34, terjemahannya berbunyi sebagai berikut: "Kaum laki-laki itu pemimpin wanita. Karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) alas sebagian yang lain (wanita) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan harta mereka. Maka wanita yang salehah ialah mereka yang taat kepada Allah dan memelihara diri ketika suaminya tidak ada menurut apa yang Allah kehendaki......".

Perempuan, istri. Pun harus bisa membuat kedamaian rumah tangga. Perempuan diciptakan lebih indah, lebih seni dibanding laki-laki. 

Oleh karenanya, perempuan harus berhias. Agar enak dipandang/dilihat. Bicaranya sopan santun, enak didengar. Semua itu menjadikan suasana gembira. Menyenangkan.

Sebagaimana sebuah hadits dari Abu Hurairah RA, Rasulullah pernah bersabda: "Sebaik-baik perempuan ialah seorang perempuan yang apabila engkau melihatnya, engkau merasa gembira. Jika engkau perintah, dia akan mentaatimu. Dan jika engkau tidak ada di sisinya, dia akan menjaga hartamu dan dirinya.”

Semoga kita dan keturunan kita dijadikan laki-laki yang sesungguhnya. Dan, dijadikan perempuan yang sesungguhnya. Serta, kita sehat selalu.

(GeSa)

 

 


Posting Komentar

0 Komentar